Tambang Hijau, Menguji Janji Restorasi Lingkungan PT Vale Indonesia

MEMBERI PENJELASAN - Environment and Operational Permit, HSR Project PT Vale, Anwar Rosyid, memberikan penjelasana tentang tahapan reklamasi kepada wartawan tahapan reklamasi di Bahodopi, 22 Juli 2025

PAGI hari rombongan jurnalis dengan menggunakan APD yang sudah disiapkan oleh PT Vale, menuju lahan pembibitan milik PT Vale Indonesia Tbk di  Soroako, Luwu Timur – Provinsi Sulawesi Selatan.

Mentari turun perlahan, sinarnya menelusup di barisan pohon eboni, beringin dan meranti. Permukaan tanah basah oleh embun semalam. Angin pagi membawa bau tanah yang dipulihkan. Bekas luka tambang mulai ditumbuhi vegetasi rapat.

Aneka burung terlihat melintas rendah. Suaranya bak simponi beradu dengan suara dump truck perusahaan mengaum di kejauhan.  Di sini restorasi seperti menemukan wujudnya. Pohon endemik  tumbuh dengan perlahan dan pasti,  ditanam untuk jangka waktu yang panjang.

Sementara itu, ratusan kilometer ke provinsi tetangga, tepatnya di Desa Bahometefe Kecamatan Bahodopi – Morowali,  Sulawesi Tengah, suara mesin pengeruk tak pernah berhenti. Pohon-pohon ditebang. Bukit dikupas. Menyisakan tanah merah dan lubang yang menganga. Akses jalan baru dibuka. Jalanan umum disesaki truk bermuatan material tanah merah.

Di rumahnya di Desa Bahometefe – Morowali,  Mahdi (45)  berdiri masgul, melihat lalu lalang kendaraan besar.
Kapan hutan yang dibabat akan kembali seperti semula?
Apakah janji restorasi benar adanya?
Atau sekadar bagian dari laporan CSR perusahaan?
Ia terus membatin.

Inilah dua wilayah berbeda. Dengan lanskap  berbeda. Tapi di dua wilayah yang berbeda ini, ada nama yang sama. PT Vale Indonesia Tbk. Inilah kisah tentang janji pemulihan lingkungan pascatambang. Dimana obsesi tambang hijau bertaruh dengan wajah bopeng industri ekstraktif. Sorowako menjadi cermin dari komitmen yang sudah berpuluh tahun. Sedangkan Bahodopi adalah babak baru yang menguji apakah janji yang sama untuk ditepati.

Sejarah Tambang PT Vale Indonesia di Sorowako

Dikutip dari laman Vale.com, sebelum dikenal dengan PT Vale Indonesia Tbk dengan kode saham INCO, perusahaan ini didirikan berdasarkan Akta No. 49 tanggal 25 Juli 1968 oleh Notaris Eliza Pondaag di Jakarta. Anggaran Dasar Perseroan disetujui Menteri Kehakiman melalui SK No. J.A.5/59/18 pada 26 Juli 1968 dan diumumkan dalam tambahan No. 93 Berita Negara RI No. 62 tanggal 2 Agustus 1968.

Sejak itu, anggaran dasar PT Vale mengalami beberapa kali perubahan, terakhir melalui Akta Nomor 121 tanggal 29 Juni 2015 yang disahkan dalam RUPS Luar Biasa. Perubahan ini telah memperoleh pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM melalui SK No. AHU-0938647.AH.01.02 Tahun 2015.

Jejak Panjang di Sorowako

Masih dilaman Vale.com, pendirian PT Vale tak bisa dilepaskan dari kebijakan tambang di era Orde Baru. Pemerintah saat itu sedang membuka kran lebar bagi investasi asing lewat skema Kontrak Karya, yang diatur dalam UU Nomor. 11 Tahun 1967. PT Vale, yang saat itu bernama PT International Nickel Indonesia (INCO), termasuk pemegang Kontrak Karya generasi awal. Tambang di Sorowako mulai dikembangkan sejak awal 1970-an dan produksi komersial pertama delapan tahun kemudian tepatnya tahun 1978.

Wilayah Sorowako sebelumnya adalah hutan lebat dan perkampungan kecil. Namun, perlahan  bertransformasi menjadi kawasan industri terpadu. Warga lokal di sana mengalami pergeseran besar, baik dari sisi mata pencaharian, pola permukiman, hingga akses terhadap sumber daya alam seperti hutan dan air.

SEBARAN WILAYAHPeta sebaran konsensi PT Vale Indonesia Tbk, yang tersebar di tiga provinsi, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengan dan Sulawesi Tenggara. (grafis pt vale)

Maskur (72) warga Soroako, kepada wartawan mengenang ketika wilayahnya masih belum diserbu alat berat dan jalanan belum dijejali buruh dengan rompi oranye. ‘’Waktu pertama alat berat datang, kami kira itu apa, besar-besar,” ujarnya mengenang. Ia masih ingat saat suara mesin mulai menggema di sekitar hutan, menggantikan kicau burung dan sunyi danau.

“Waktu itu jalan jalan lebar  belum ada.  Tapi sejak tambang masuk, pelan-pelan semuanya berubah, ada listrik, ada rumah kayu baru bagus-bagus tempat karyawan. Tapi juga hutan makin menyempit,” tambahnya.

Kontrak Karya dan Ekspansi Wilayah

Selanjutnya, website Vale,com merinci perusahaan ini beroperasi berdasarkan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025. Total area konsesinya mencapai 118.017 hektare, mencakup tiga provinsi. Yakni, Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).

Di blok Sorowako, PT Vale menambang nikel laterit dan mengolahnya menjadi nikel dalam matte, dengan volume produksi rata-rata 75.000 metrik ton per tahun. Teknologi yang digunakan adalah pirometalurgi, metode peleburan bijih bersuhu tinggi.

Setelah puluhan tahun berfokus di Sorowako, PT Vale kini merambah ke wilayah lain. Di Sambalagi, Morowali, perusahaan merancang fasilitas pengolahan bijih saprolit menjadi feronikel, bahan utama baja nirkarat. Sementara di Pomalaa, Kolaka, proyek berbasis biji limonit tengah dikembangkan dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk menghasilkan material baterai kendaraan listrik.

Ekspansi ke Bahodopi,  Morowali

Ekspansi PT Vale Indonesia ke Blok Bahodopi, di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, merupakan babak baru dalam lini produksi perusahaan. Terobosan ini bukan hanya soal menambang, melainkan juga memasuki fase hilirisasi industri nikel rendah karbon. Belasan jurnalis asal Palu, Sulawesi Tengah diundang dalam liputan  prosesi groundbreaking 2023 lalu, diajak menyaksikan bagaimana upaya PT Vale, berikhtiar menghadirkan tambang rendah emisi. Selain reklamasi kini, bis berbasis EV (Electric Vehicle) mulai digunakan untuk karyawan .

Sigit Purnomo, Exploration Manager PT Vale Indonesia Tbk IGP Morowali, saat menerima rombongan wartawan di Desa Bahometefe, Selasa 22 Juli 2025 menjelaskan, proyek ini mulai digarap secara serius setelah groundbreaking dilakukan pada 10 Februari 2023.

Ini juga sebagai bagian dari pengembangan industri nikel terintegrasi di Morowali yang disebut Proyek Strategis Nasional. Seiring dengan itu, PT Vale juga  merevisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya guna mengamankan cadangan bijih saprolit tambahan sebesar 2 juta ton—persiapan untuk produksi skala besar.

Blok Bahodopi memiliki area konsesi seluas 22.699 hektare diantara total konsesi Vale sebesar 118.017 ha. Pada tahap konstruksi, sedang dibangun fasilitas smelter feronikel berbasis RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace) dengan kapasitas 73.000–80.000 metrik ton nikel per tahun, yang dirancang hemat energi dan berbasis gas alam rendah emisi.

Selain smelter, akses seperti pembangunan jalan tambang, jetties, hingga infrastruktur pelabuhan dan energi juga tengah dalam proses pengerjaan, dengan progres fisik mencapai sekitar 73 persen pada Maret 2025.

Hingga pertengahan 2025, proyek Bahodopi masih dalam fase persiapan akhir. stockpiling bijih saprolit, akuisisi lahan, dan land clearing untuk mendukung konstruksi smelter. Meskipun demikian, pengiriman komersial bijih saprolit sebesar 80.000 ton telah dilakukan ke pasar domestik, menjadi sumber pendapatan alternatif sebelum smelter beroperasi penuh.

PT Vale membentuk joint venture PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI) bersama Taiyuan Iron & Steel Company (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co. Ltd, yang berbasis di Singapura—dengan kepemilikan saham Vale 49 persen dan 51 persen oleh JV partner.

Untuk operasional tambang hulu, Vale menggandeng PT Antareja Mahada Makmur (AMM) sebagai kontraktor pertambangan di Blok Bahodopi 1. Kontrak jangka panjang ini mencakup jasa pengupasan tanah, penambangan, dan infrastruktur penunjang, berlaku selama delapan tahun

Transisi Kepemilikan dan Arah Baru

Pada tahun 2011, perusahaan ini resmi berganti nama dari PT INCO menjadi PT Vale Indonesia Tbk, menyusul perubahan struktur global Vale S.A. Kini, 43,79 persen sahamnya dimiliki oleh Vale Canada Limited, dan 15,03 persen oleh Sumitomo Metal Mining Co., Ltd dari Jepang. Sejak Oktober 2020, MIND ID, holding BUMN industri tambang Indonesia, masuk sebagai pemegang 20 persen saham. Sisanya, 21,18 persen saham tersebar di tangan publik dan investor independen.

Komposisi ini memperlihatkan percampuran kepentingan antara modal global, kendali negara dan pasar terbuka. Holding BUMN Industri Pertambangan MIND ID secara resmi telah mengambil alih 14 persen divestasi saham milik PT Vale Indonesia Tbk (INCO) pada 2024 lalu. Kementerian  ESDM dalam rilis media, menyebut, pengambilalihan saham itu sekaligus mengukuhkan MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas menjadi 34 persen.


KOMPOSISI SAHAMKomposisi saham PT Vale Indonesia Tbk dikuasai antara lain, Pemerintah Indonesia (MIN.ID), Canada Limited, Sumitomo Metal Mining dan publik (grafis pt vale)

Angka 34 persen menjadi pemilik saham tertinggi dibandingkan dengan Vale Canada Limited (VCL) yang memegang 33,9 persen dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) 11,5 persen dan saham milik publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) mencapai 20,6 persen.

Dengan menggabungkan kepemilikan saham BUMN MIND ID dan publik di Bursa, maka artinya kepemilikan saham Indonesia di PT Vale Indonesia tercatat mencapai 54,persen. MIND ID diketahui membeli 14 persen divestasi saham INCO senilai Rp 3.050 per saham yakni sekitar US$ 300 juta atau Rp 4,69 triliun.

Saat ini dengan masuknya MIND ID sebagai pemegang saham mayoritas (34%), masa depan PT Vale Indonesia berada di persimpangan jalan. Apakah kepemilikan negara ini akan mempercepat komitmen restorasi di Bahodopi, atau justru memprioritaskan target produksi nikel nasional di tengah tuntutan global terhadap industri baterai kendaraan listrik?

Di tengah dinamika ini, janji restorasi PT Vale terus diuji, bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga oleh Mahdi dan warga di Bahometefe, yang menunggu hutan mereka kembali.

Jejak Panjang di Sorowako, Ujian di Morowali

Mengutip pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang  menyebutkan Pemegang   IUP   Eksplorasi   dan   IUPK,   eksplorasi   wajib melaksanakan reklamasi. Regulasi yang mewajibkan reklamasi pascatambang juga dapat dilacak melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik.

Pedoman ini mencakup berbagai aspek dalam kegiatan pertambangan, termasuk perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan pertambangan serta konservasi mineral dan batubara, serta keselamatan kerja. Dengan regulasi tersebut, menarik melihat apa yang dilakukan PT Vale Indonesia Tbk baik di Soroako maupun di Morowali.  Laporan kinerja tahun 2024, secara eksplisit menyebutkan di PT Vale Indonesia telah merehabilitasi lahan bekas tambang seluas 178,9  hektar.

Reklamasi di Soroako

Mengunjungi pembibitan pohon untuk  revegetasi lahan pascatambang, pengunjung akan disuguhi pucuk-pucuk muda beragam jenis pohon. Baik yang ditanam persemaian maupun di polybag setinggi lutut oraang dewasa berjejer rapi memanjang.


PEMBIBITANPetugas bagian nursery (pembibitan) PT Vale Indonesia Tbk di Soroako memberikan penjelasan tentang tanaman yang disemaikan di lahan pembibitan di Soroako, Sulsel

Aneka jenis pohon endemik maupun non endemik, siap diangkut menuju lokasi penanaman. Saat kami memasuki kawasan reklamasi di Sorowako, deretan pohon setinggi paha orang dewasa tumbuh dengan anggun. Daunnya berdesir pelan diterpa angin sepoi, seolah berbisik menyambut kehidupan yang perlahan kembali ke tanah ini.

Reklamasi di Bahodopi

Medio Juli lalu, kami memeriksa klaim PT Vale tersebut.  Di sana, Environment and Operational Permit, HSR Project PT Vale, Anwar   Rosyid menjelaskan  reklamasi dimulai dari tahap awal yakni,  menata lahan bekas tambang agar siap menerima kehidupan baru.

Di area yang telah ditanami, pohon-pohon tampak mulai menutup tanah merah. Walau tak seberapa luas beberapa pohon meranti, dengen dan eboni muda berdiri setinggi pinggang orang dewasa. Terlihat tanahnya masih gembur, basah oleh embun pagi, tapi akar-akar muda terlihat jelas sudah mencengkeram dengan kuat.

Rosyid menjelaskan, usai kontur lahan dibentuk, lapisan tanah teratas, top soil mulai ditaburkan. Lapisan top soil yang kaya bahan organik akan menjadi fondasi bagi tumbuhan untuk bertahan hidup. Berikutnya, sistem pengelolaan air (water management) disiapkan, diikuti pembuatan lubang tanam yang langsung diisi dengan pupuk kompos.

Tahap ini katanya, baru fase awal. Dalam perkembangannya, tidak semua bibit akan bertahan. Ada yang tumbuh kerdil, bahkan ada yang mati. Bibit yang gagal diganti melalui proses penyulaman. Selanjutnya, pohon terus dirawat hingga berlangsung tujuh tahun, sampai berdiameter sekitar 10 sentimeter. Bila pertumbuhan dinilai baik, selanjutnya  kawasan tersebut diserahkan kepada pemerintah.

Semua jenis pohon yang ditanam  mengikuti rona awal kawasan. Pohon endemik dan lokal lebih diutamakan.  Ia menjelaskan, tak hanya pohon, hewan di Bahodopi juga mendapat perhatian. Penelitian menunjukkan flora dan fauna lebih banyak terkonsentrasi di Blok 2, termasuk temuan jejak anoa (bubalus depressicornis).

Namun untuk memastikan keberadaan hewan yang dilindungi membutuhkan studi lanjutan.  ‘’Kalau hanya jejaknya belum tentu di situ ada anoa,’’ katanya. Jika ternyata ditemukan anoa, wilayah tersebut akan dijadikan kawasan konservasi khusus. Tidak boleh tersentuh penambangan. Semua harus diselamatkan agar hewan-hewan itu tetap hidup di satu bentang yang aman.

“Enviromental Engineer, PT Vale Tbk IGP Morowali, Nur Rasyidah Racinu kepada wartawan pada 22 Juli 2025, menjelaskan metode nursery atau pembibitan yang diterapkan oleh PT Vale Indonesia difokuskan pada reklamasi lahan pascatambang dan pelestarian keanekaragaman hayati.

Racinu menjelaskan, pihaknya memiliki fasilitas pembibitan  modern yang mampu memproduksi ratusan ribu bibit tanaman setiap tahunnya. Termasuk tanaman endemik dan lokal. Bibit-bibit ini kemudian ditanam kembali di lahan bekas tambang untuk memulihkan habitat dan mendukung program penghijauan.

Di Bahodopi, metode dan teknologi pembibitan juga dilakukan sama persis dengan di Soroako dan Pomalaa-Sulawesi Tenggara. Namun, eksploitasi yang baru dimulai pada 2023 silam, maka area tambang yang  direklamasi belum seluas di Soroako

Di lokasi pembibitan yang terletak di Desa Bahometefe, aneka jenis pohon tampak terpelihara rapi. ‘’Kami masih under construction, jadi mohon maaf belum bisa dilihat langsung,’’ ujar Senior Coordinator Media Relation PT Vale Indonesia Tbk, Suwarni Dammar saat peninjauan Juli lalu.

Sementara, di lokasi pertambangan, tampak sejumlah pohon seperti meranti, kayu hitam/eboni dan beberapa pohon endemik mulai tumbuh. Terlihat, pohon-pohon yang mulai berkuncup itu ditanam secara simbolis para petinggi perusahaan, menandai dimulainya aktivitas restorasi menambal luka tambang.

‘’Dengan metode nursery ini,  PT Vale berupaya untuk menjalankan praktik pertambangan yang berkelanjutan, dengan memperhatikan aspek lingkungan dan sosial,’’ ungkap Racinu kepada belasan jurnalis.

Namun di balik ikhtiar restorasi yang digenjot PT Vale, keraguan masih membayangi Mahdi, warga Desa Bahometefe lainnya. Kadang ungkap Mahdi  restorasi hanya berakhir di plakat peresmian atau barisan pohon simbolik.  Ia mengajukan pertanyaan retoris ”apakah hutan kami akan kembali seperti dulu,”? tanyanya pelan.


SIAP DIPINDAHKANJurnalis meninjau bibit pohon di pembibitan di Soroako. Pohon-pohon ini siap ditanam di kawasan yang sudah disiapkan.

Menanggapi itu, Racinu  menyebut komitmen restorasi di Bahodopi tetap akan diwujudkan. Diakuinya tahapannya belum sebesar di Sorowako. Namun ia yakin  pemantauan dilakukan secara berkala dengan indikator keberhasilan seperti tingkat tutupan vegetasi, jumlah pohon yang hidup setelah ditanam (survival rate), serta kemunculan kembali satwa lokal di kawasan reklamasi.  Seolah membenarkan kegalauan Mahdi, Racinu menyebut, reklamasi  bukan sekadar tanam. Tapi harus dipastikan luka tambang  pulih secara ekologis. ”Dan itu butuh waktu,” tegasnya.

Sebelumnya, saya sempat mengirimkan beberapa pertanyaan kepada bagian Media Relation PT Vale Indonesia Tbk. Isinya sederhana, tapi penting. Apakah perusahaan mencatat tingkat keberhasilan penanaman pohon (survival rate) di lahan reklamasi Sorowako? Spesies flora dan fauna apa saja yang mulai kembali menghuni area itu?

Pertanyaan lainnyaa,  apakah PT Vale memiliki parameter ekologis lain, misalnya tingkat tutupan vegetasi, kemunculan kembali satwa liar atau kualitas air sungai di sekitar tambang. Hingga artikel ini terbit, belum ada jawaban dari PT Vale Indonesia.

Namun, Laporan Keberlanjutan PT Vale 2024 memberi sedikit bocoran tentang itu. Dari dokumen tersebut terungkap, sepanjang tahun lalu perusahaan melakukan reklamasi dan rehabilitasi di lahan seluas 179,9 hektare. Di atas lahan seluas itu, sebanyak 139.151 pohon berhasil ditanam. Dan 67.903 di antaranya merupakan pohon endemik. Selain itu perusahaan melakukan konservasi 22 ekor rusa dan menjadikan kawasan hutan reklamasi sebagai habitatnya.

Reklamasi, Janji yang akan Ditagih UU

Regulasi yang mengatur tetang reklamasi di Indonesia cukup lengkap. Seperti yang diamanatkan  UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, seluruh pemegang IUP wajib melakukan reklamasi.  Termasuk menyediakan jaminan finansial sebelum memulai operasi tambang. Kewajiban ini diatur lebih teknis dalam PP No. 78 Tahun 2010, yang menyebut reklamasi harus dilakukan selama dan setelah operasi tambang berlangsung.

Sementara itu, Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 menambahkan detail teknis soal penataan lahan, revegetasi, dan pengelolaan limbah tambang. Pemerintah melalui inspektur tambang berwenang mengawasi seluruh proses, termasuk evaluasi keberhasilan berdasarkan tingkat keberhasilan tanam, stabilitas tanah dan kualitas air.

“Jika perusahaan tidak memenuhi rencana reklamasi dan pascatambang yang telah disetujui, sanksinya bisa berupa denda hingga pencabutan izin,” ujar seorang pejabat Dinas ESDM Sulawesi Tengah saat ditemui di Palu, pekan lalu.

Apa yang Diwajibkan, Apa yang Dikerjakan?

Pertanyaan tentang sejauhmana kepatuhan PT Vale Indonesia merealisasikan reklamasi pascatambang saya ajukan kepada Kepala Bidang Minerba Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah, Ir Sultansyah, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat 8 Agustus 2025.

Sultan menjelaskan, di Sulawesi Tengah khususnya di Kabupaten Morowali belum ada perusahaan tambang mineral logam yang benar-benar melaksanakan reklamasi, kecuali PT Vale Indonesia di Bahodopi. “Mereka baru eksploitasi, tapi proses reklamasi sudah mulai berjalan,” ujarnya, merujuk pada hasil monitoring terbarunya di Morowali. Meski luas lahan reklamasi PT Vale masih relatif kecil, langkah ini dinilainya positif dibandingkan praktik umum di daerah tersebut.

Ini berbeda dengan di Soroako yang sudah berlangsung lama. Pohon-pohon sudah tumbuh besar, flora dan fauna juga sudah mulai akrab dalam habitat barunya.  Sultansyah menjelaskan, PT Vale termasuk perusahaan yang menjalankan ketentuan dalam PP Nomor 78 Tahun 2010 dan Kepmen ESDM Nomor 1827 Tahun 2018, yang merinci kewajiban reklamasi pascatambang.

“Walaupun dari sisi luasnya belum signifikan, proses reklamasi mereka sudah berjalan. Ini jarang kita lihat di perusahaan lain yang baru mulai eksploitasi,” ujarnya.

Ia mengingatkan, perusahaan yang mengabaikan kewajiban ini, dana jaminan reklamasi yang didepositokan di bank pemerintah dapat dicairkan untuk membiayai reklamasi dan pelaku usaha dapat dijerat pidana. “Ini ada sanksi pidananya,” tegasnya.

Ia juga ditanyai tentang transparansi data reklamasi. Menurut dia, PP maupun Kepmen ESDM belum mengatur secara rinci. Namun, ia menilai keterlibatan masyarakat dalam mengawasi proses revegetasi akan menjadi langkah yang baik. “Tinggal kembali pada kebijakan, apakah perlu melibatkan masyarakat untuk mengontrol proses yang sedang berjalan,” ujarnya.

DATA REKLAMASI PT Vale Indonesia sudah menanam sedikitnya 139.151 jenis pohon di atas 178,9 hektar bekas tambang dan konservasi 22 ekor rusa. (grafis pt vale)

Di sebuah ruangan sederhana di kantor Walhi Sulteng, Jumat siang 8 Juli lalu, Sunardi Katili menyandarkan punggungnya dan berbicara pelan. Isu reklamasi, katanya, memang belum menjadi fokus advokasi mereka. Saat ini, perhatian Walhi masih tersita pada PLTU Captive. “Tapi secepatnya, kami akan mengarah ke sini,” ucapnya.

Ia tahu, regulasi sudah mengamanatkan reklamasi. Dan dari data yang mereka kumpulkan, PT Vale telah melaksanakannya, baik di Sorowako maupun Bahodopi. Meski begitu, ia belum mau buru-buru menilai keseriusannya. “Itu masih harus dilihat lagi,” ujarnya singkat. Bagi Sunardi, sekecil apa pun reklamasi tetap berarti. Bukan hanya soal memenuhi Kepmen ESDM Nomor 1827 Tahun 2018, tapi soal mengembalikan hutan yang pernah hilang.

Ia lalu menyebut satu prinsip yang menurutnya fundamental, Polluter Pays Principle. Pencemar harus membayar. Bukan sekadar membayar denda, tetapi menanggung penuh dampak yang ditimbulkan, agar kerusakan tak berulang. Sebelum kami berpisah, ia memberi satu saran, perusahaan tambang harus membuka diri. “Salah satunya bisa lewat audit lingkungan,” katanya.

Akademisi Universitas Tadulako, Dr. Fadly Y. Tantu, menegaskan, sehebat apa pun reklamasi, bentang alam takkan kembali seperti sediakala. Tambang, dengan perubahan kontur yang ekstrem, meninggalkan jejak yang dalam pada lingkungan. “Saya bisa memastikan itu,” ujarnya, sembari mengingat kembali pengalamannya meneliti keanekaragaman hayati di Blok Bahodopi pada awal 2000-an, ketika area itu masih dikuasai PT INCO.

Bagi Tantu, reklamasi harus dimulai dari langkah sederhana namun krusial. Salah satunya adalah mengenali siapa saja yang mendiami bentang alam itu. Karena itu, perlu identifikasi biodiversitas. Ini adalah peta awal yang kelak menjadi pembanding saat tambang usai. Namun ia juga mengakui, PT Vale punya rekam jejak yang cukup baik dalam hal penanaman kembali. Tapi ia juga tahu, tambang terbuka bukan hanya mengubah wajah bumi, melainkan mengubah rezim hidrologi yang selama ribuan tahun membentuk kehidupan.

Tantu menambahkan, adaptasi organisme tak terjadi sekejap. Ia pun menyarankan dua cara merawat luka bumi. Yakni metode bioremediasi, memanfaatkan mikroorganisme untuk menetralisir racun.  Dan fitoremediasi, memanfaatkan tanaman bekerja membersihkan tanah. Ini langkah penting, tapi mungkin satu-satunya jalan agar hutan yang tandus kembali pulih.

Mahdi dan warga lainnya di Bahometefe, berpendapat reklamasi bukanlah sekadar menanam pohon semata.  Itu dimaknai sebagai menanam harapan agar tanah yang hilang  kembali menghadirkan kehidupan bagi semua mahluk.

Sedangkan bagi Maskur di Sorowako, setiap batang yang tumbuh dimaknai sebagai penanda, bahwa  tambang tak selalu berakhir dengan tanah gersang. Meski juga ia tahu, tak semua yang tumbuh akan bertahan. ***

Penulis: yardin
Foto: yardin
Grafis: pt vale

Tinggalkan Balasan