TAHUN 2021 ditandatangani kesepakatan bersama, antara Yayasan Bambu Lingkungan Bersama (YBLL) dan Pemerintah Provinsi NTT tentang desa Wanatani bambu di Wilayah Provinsi NTT. Tahun yang sama saat pertama kali saya bergabung dengan yayasan tersebut dan bertemu banyak manusia-manusia keren, salah satunya Maria.
YBLL adalah NGO (Organisasi-Non Profit) yang telah ada di Indonesia sejak 31 tahun yang lalu dan fokus pada bambu serta isu perubahan iklim dan pemulihan lahan terdegradasi. Pada praktiknya, YBLL hadir bak oase di NTT, melibatkan banyak pihak dan lapisan masyarakat, terutama para perempuan.
Gerakan pemberdayaan itulah yang menarik hati Maria untuk mengirimkan resume kepada YBLL yang berkantor pusat di Denpasar, Bali. Sebelum bergabung dengan YBLL, Maria Wuda, nama lengkapnya, telah berkecimpung pada isu serupa.
“Motivasi saya bertahan dan kembali bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat adalah kerja-kerja pemberdayaan yang inklusif dan melibatkan semua pihak sehingga menambah pengetahuan dan wawasan saya terutama terkait isu-isu lingkungan, ekonomi dan kesetaraan gender,” katanya.
Maria pernah bekerja sebagai pendamping lapangan di Yayasan Mitra Tani Mandiri selama 6 tahun (2007 – 2013) wilayah Nagekeo. Tahun 2017, selama 3 bulan (September – November) menjadi fasilitator di IP – Prisma di Ende. Bulan berikutnya lepas menjadi fasilitator di IP Prisma, Nona asli Nakegeo itu menjadi fasilitator di Yayasan CIS Timor hingga September 2019.
Jadi, ketika perayaan Hari Kartini (21 April) dan Hari Bumi (22 April), ingatan saya ditujukan kepada Maria dan kerja-kerja pelibatan masyarakat yang ia lakukan.
Bergerak Bersama Mama Bambu dari Matim ke Osaka
Maria Wuda lahir di bulan Mei, 37 tahun lalu. Dan seperti kebanyakan perempuan yang lahir di bulan Mei, ia dipanggil Mery. Dari segi religiutas, saya mengenal kakak nona ini sebagai penganut agama katolik yang taat.
Sebagian lakunya mengikuti tauladan, Bunda Maria. Penyayang dan keibuan. Hidupnya juga sederhana, bahkan jauh sebelum istilah frugal living ramai di media sosial.
Bulan April 2021 di Mataloko yang dingin, Mery menjadi salah satu sumbu yang menghangatkan. Bicaranya lembut kepada saya, dan kalau sedang menari Ja’i, duh pesona perempuan Aeramo terpancar, menyatu dengan musik khas Bajawa, membuat kita semua ikut bergoyang.
Sebagai staf lapangan, sebelum terjun ke lokasi kerja kami masing-masing, kami mengikuti training of trainer di Kemah Tabor, Mataloko, Kabupaten Ngada.Setelah dibekali ilmu tentang bambu, kami berangkat ke lokasi tugas masing-masing. Mery menuju Borong, Manggarai Timur (Matim).
Hingga tahun 2025, Maria sebagai Koordinator Kabupaten dan timnya mendampingi 5 desa dan kurang lebih 70 perempuan yang telah membibitkan bambu sebanyak 379.000 bibit.
Berbagai kegiatan ia rintis bersama mama bambu (sebutan untuk anggota kelompok wanita tani bambu), baik program dari YBLL atau inisiatif bersama pemuda karang taruna, pemerintah desa, mahasiswa PPL, dan lainnya. Salah satu giat yang hampir tidak berhenti adalah produksi teh daun bambu, karena permintaan yang intens.
Teh daun bambu dari Matim menjadi primadona. Dikirim ke Labuan Bajo, distok di Kampus Bambu Komodo, diikutkan dalam event, dikirim ke Bali, dan juga daerah NTT lainnya. Pendapatan ekonomi yang diperoleh anggota kelompok cukup membantu dapur mereka tetap mengepul.
Begitu juga program pembibitan bambu. Mama Bambu dapat mengelola keuntungan ekonomi yang didapatkan untuk memenuhi beberapa kebutuhan, misalnya pangan dan pendidikan anak-anak mereka.
Awal Mei, Maria mendampingi dua mama bambu (satu mama bambu dari Nagekeo) berangkat ke negeri sakura untuk mengikuti Osaka Expo 2025. Ia yang melakukan perjalanan panjang, saya dan kawan lain yang excited.
Meski mengaku gugup, Maria mengerjakan tugasnya dengan baik. Katanya, sejak dikabari untuk mengkuti Osaka Expo 2025, nama Tuhan Yesus dan Bunda Maria tidak pernah luput disebutnya. Dan oh, tentu saja dia berlinangan air mata.
Jangankan Maria sendiri, orang-orang sekitar Maria terharu, bangga. Kami tahu perjalanannya berada di titik ini. Kami tahu perjalanan kesabaran Maria. Jejak-jejak semangat belajarnya terlalu kuat untuk tidak nampak. Meski ia mengaku gugup jelang keberangkatannya ke negeri matahari terbit itu, pada live laporannya di group EBF, ia menikmati dan menjalankan tugasnya dengan baik. Begitu ciri khas Maria, selalu mengerjakan tugasnya dengan baik.
Tidak hanya pergi ke Jepang, sebelumnya ia tampil di sebuah acara televisi Jepang (NHK WORLD-JAPAN channel) dan berbicara soal aktivitas bambu di Manggarai Timur. Dia yang paling optimis tapi realisistis di antara kami semua tim lapangan.
Di Jepang, bersama Ketua Yayasan, Maria mendapingi dua Mama Bambu sebagai pembicara di Women’s Pavilion Cartier, dan berbicara tentang peran perempuan dalam merawat kehidupan dan air. Mereka juga mendemonstrasikan pembuatan teh daun bambu secara langsung di Paviliun Indonesia Osaka Expo 2025.
Lepas seluruh sesi di Osaka Expo 2025, kesempatan berada di negeri matahari terbit itu, Maria mengunjungi banyak tempat, melakukan studi trip terkait bambu dan menyerap banyak hal dari sana.

Tak Lupa Berdaya untuk Diri Sendiri
Ada satu peraturan tidak tertulis dalam lingkungan pertemanan saya dengan rekan-rekan kerja yang berasal dari NTT; semakin kenal baik dan akrab, semakin kasar cara bicara. Bahkan ada yang bahasa cintanya baku marah. Saling suara keras.
Lama mengenal Mery, sikap tegasnya mulai terlihat. Meski nada bicaranya masih lembut, namun kalimatnya tajam, agak menusuk, seperti ketika saya suatu waktu curhat padanya dan mengeluhkan beberapa hal. Dia membalas pesan saya dengan kalimat orang baik dan orang bodok itu beda tipis. Saya tertawa membaca pesan balasan darinya.
Kalau awal-awal saya yakin ia mencontoh sebagian sifat lembut Bunda Maria, sekarang dia tetaplah seperti kebanyakan perempuan NTT yang saya kenal, mulut piso. Tentu ada sebabnya, dan ada timingnya, kapan ia menjadi bak Bunda Maria yang penuh cinta kasih, dan kapan menjadi orang yang satir lagi sarkas.
Di balik capaiannya kini, Maria pernah ada di masa dia insecure dengan kami (fasilitator lapangan) karena pendidikannya. Hanya ia yang punya ijazah SMA. Padahal ia diterima bergabung dengan YBLL ini semata bukan karena ijazah dan angka-angka yang ada di dalamnya, tapi pengalaman kerja.
Mery jauh lebih andal mengelola kegiatan, berhadapan dengan masyarakat, memfasilitasi berbagai kegiatan. Lewatlah kami para sarjana, apatahlagi freshgraduated yang tidak punya pengalaman kerja. Atau gen Z yang dikit-dikit pengen resign.
Seiring waktu, Maria banyak bertumbuh dan berkembang, ia belajar banyak hal, bukan hanya demi pekerjaan dan lembaga. Paling penting adalah, untuk diri sendiri. Ia mendampingi perempuan Matim agar berdaya, dan tidak lupa dirinya pun. Benarlah, bahwa sekolah tidak harus di institusi Perguruan Tinggi. Kita dapat belajar di mana saja.
Semangat belajar Mery tidak hanya terkait persoalan bambu. Mery lebih sering membaca buku, dan tahun 2023 ia memutuskan kuliah jurusan pertanian di Universitas Terbuka.
Kuliah jarak jauh sambil bekerja. Maria menikmati hari-harinya sebagai mahasiswa dan juga tulang punggung keluarga. Ia belajar, mempersiapkan diri saat ujian, mengerjakan tugas, sembari tetap melakukan pekerjaannya dengan baik, terlampau baik.
Sebagai karyawan, ia adalah staf yang militan, dan sebagai rekan kerja, saudara, ia hangat dan baik, apalagi sebagai anak. Ada satu cerita tentangnya yang sangat personal. ATMnya dipegang oleh orang tua untuk biaya membangun rumah di kampung sedikit demi sedikit dari gajinya tiap bulan.
“Ya, kalau orang rumah butuh lebih banyak, habis gajian saya kosong, hahaha,” ujarnya yang rajin olahraga dan gemar konsumsi pangan lokal.
Bicara tentang perempuan berdaya, saya yakin hal tersebut tidak hanya bagi perempuan yang punya jabatan bergengsi. Hidup selaras dengan alam, belajar menjadi pemimpin, memberi energi baik untuk sekitar, dan selalu belajar adalah manifestasi semangat Kartini. Maria ingin berdampak melalui NGO, dan dalam jangka panjang ia ingin berbinis.
“Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Saya percaya sebuah kalimat, hidup adalah perjalanan yang harus terus dilalui untuk menjadi berkat bagi banyak orang serta mencintai alam semesta. Ke depan saya ingin jualan keripik pisang, pupuk organik, sambal, dan lain-lain,” pungkas Maria yang pernah menjadi Ketua RT di kampungnya.
Mama bambu dari Matim yang bersamanya ke negeri Sakura adalah salah satu mama bambu yang paling dedicated, Mama Noni (Theresia paula Amfoni), seorang guru honorer di salah satu Sekolah Menengah Atas di kecamatan kota komba utara, Matim.
Penulis: Ikerniaty Sandili (Penulis dan Fasilitator YBLL di Kabupaten Timor Tengah Utara, (NTT)
Penyunting: Yardin Hasan