SATUAN Tugas Penyelesaian Konflik Agraria, (Satgas PKA) Sulteng merampungkan perjalanan menjelajah empat Kabupaten, di Sulawesi Tengah, untuk memecahkan konflik agraria antara warga versus perusahaan. Dalam 7 hari perjalanan, Satgas bertemu warga di 12 desa, di 4 kecamatan dan 2 kabupaten.
Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulteng baru saja merampungkan misi intensifnya menjelajahi empat kabupaten untuk menuntaskan konflik agraria yang membelit warga dengan pihak perusahaan.
Dalam tujuh hari penuh perjalanan tim Satgas PKA bertemu langsung dengan masyarakat di 12 desa yang tersebar di 4 kecamatan dan 2 kabupaten. Puncak dari rangkaian perjalanan ini adalah pertemuan dengan Gubernur Sulteng di Kota Luwuk, Jumat 12 Desember 2025. Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Anwar Hafid memberikan instruksi tegas..
“Pokoknya gaspool, jangan mundur!” seru Gubernur, memberikan penekanan bahwa upaya penyelesaian konflik agraria harus terus digeber dengan kecepatan penuh tanpa mengenal kata menyerah. Instruksi ini menegaskan bahwa Satgas yang digeber sejak Maret 2025 tidak bisa lagi menarik tuas rem. Bergerak agresif, cepat, tepat dan berintegritas untuk keadilan agraria bagi seluruh warga.
Di Bungku Pesisir Mangrove Meranggas, Sedimentasi Masif
Tim Satgas PKA, yang dipimpin Ketua Harian Eva Susanti H Bande, memulai perjalanan maraton dari Kota Palu menuju Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir , Morowali. Tim tiba di desa yang berbatasan dengan Sulawesi Tenggara ini pukul 03.30 subuh. Setelah beristirahat sebentar, pukul 08.00 WITA dengan sarapan yang serba cepat, tim langsung bergerak menuju Pantai Desa Torete.
Di lokasi, tim menyaksikan ekosistem mangrove yang meranggas. Pohon-pohon bakau dengan akar kekar yang menancap kuat terlihat masih tersisa, namun terancam lenyap dilibas alat berat untuk pendirian smelter dan jetti. Sisa pohon nipah yang tidak seberapa luas pun segera ditimbun oleh material urukan, menghancurkan ekosistem kerang dan kepiting tempat yang tidak hanya sumber ekonomi tapi juga bakal melenyapkan jejak pangan lokal. Usai dari sini, Tim satgas bergeser ke kawasan terminal khusus (jetti). Sejauh mata memandang, air pantai berganti coklat kemerahan akibat sedimentasi masif.

Pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng, Baso Nur Ali, tampak geram menyaksikan aktivitas ugal-ugalan perusahaan PT Teknik Alum Service (PT TAS). “Hidup ini tak semata untuk investasi. Keberlangsungan ekologi juga harus diperhatikan,” cecar Eva Bande dengan tegas di hadapan petinggi perusahaan. “Begitu pentingnya mangrove, hingga Pemerintah perlu membuatkan regulasi khusus,” imbuh Salman Ruslan dari Dinas Bina Marga Tata Ruang Pemprov Sulteng, memperkuat kritik tersebut.
Setelah meninjau kerusakan mangrove, Tim menyusup jauh di balik rimbunnya pohon nipah untuk melihat kondisi tanah-tanah warga yang kini masuk dalam Hak Guna Bangunan (HGB) perusahaan, dengan ganti rugi yang tidak masuk akal, Rp10 ribu/meter. Saad, salah satu pemilik lahan dengan ratusan pohon pala yang sedang produksi, adalah korban yang nyaris kehabisan energi dalam mempertahankan haknya atas ganti rugi yang tidak manusiawi itu.
Merespons tekanan ini, PT TAS mengaku bersedia mengembalikan ekosistem mangrove di tempat lain. Mereka juga bersedia duduk satu meja membicarakan hak-hak keperdataan, meskipun sebelumnya perusahaan mengklaim sudah membayar kompensasi.
Usai dari Torete, Tim bergeser ke Kota Bungku dan tiba pukul 03.00 dini hari. Pagi harinya, Tim bertemu warga Desa Unsongi dan Nambo, Kecamatan Bungku Timur, yang sedang berkonflik dengan PT Rezky Utama Jaya. Dalam forum mediasi, terungkap perusahaan penambang batu gamping ini belum mempunyai dokumen pemanfaatan ruang laut untuk membangun dermaga khusus (tersus). Lebih parah lagi, perusahaan diduga tidak mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) peledakan (blasting) yang sudah memorakporandakan 16 rumah warga.
Dua kesalahan krusial ini sudah cukup bagi Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM Sulteng untuk menghentikan sementara aktivitas perusahaan. Hukuman ini disambut lega oleh warga. “Terima kasih, masih ada Pemerintah yang berpihak pada kami,” begitu ungkapan tulus dari warga.

Eva Bande menutup pertemuan dengan mengingatkan, Satgas tidak anti investasi. “Tapi investasi tidak boleh mengabaikan hak-hak dasar warga. Ingat, Pak, semua orang mau hidup. Bukan hanya perusahaan, rakyat juga punya hak yang sama,” tegasnya. Rapat yang digeber sejak pagi ini, usai saat kumandang adzan Magrib memecah langit Kota Bungku.
Bergerak ke Utara, Menuju Pertemuan Penting di Baturube
Tak ada waktu untuk jeda. Perjalanan dilanjutkan menuju Kolonodale, ibukota Morowali Utara, yang berjarak sekitar 5-6 jam. Rombongan tiba pukul 03.15 dini hari. Pagi hari pukul 08.00 WITA, Tim berjibaku menuju pelabuhan. Dengan tubuh yang sempoyongan, mereka masuk ke dalam lambung kapal menuju Baturube – Bungku Utara. Di sana, Tim Satgas akan bertindak sebagai mediator antara warga dan PT Kurnia Luwuk Sejati.
Begitu badan kapal merapat di dermaga, Tim Satgas bergegas menuju penginapan. Camat Bungku Utara, Asgar Lawahe, menyambut rombongan. Sambutan ramahnya terucap cepat, menunjukkan ia sedang berusaha menyembunyikan ketergesaan mendesak yang terpahat jelas di wajahnya. Sejak tim masih di laut, ternyata warga sudah menunggu di Balai Desa Baturube. Inilah pertemuan paling penting yang tak pernah terjadi selama konflik berlangsung.
Usai bergegas melahap kuliner seafood di dekat pelabuhan, Tim Satgas PKA langsung menuju penginapan. Tak sampai lima menit, tim sudah bergerak cepat menuju Balai Desa Baturube.

Saat menuju balai pertemuan, Eva Bande memberikan peringatan singkat: “Teman-teman, pertemuan kali ini tensinya agak tinggi,” ucapnya tanpa merinci lebih lanjut. Dari raut wajah semua anggota Tim, terpancar jelas pemahaman akan situasi yang dimaksud.
Di dalam mobil Innova yang membawa rombongan, Noval Djawas dari DPMPTSP Sulteng, tampak diam. Saat turun, Noval yang pernah mecoba peruntungannya di ajang Indonesian Idol, terlihat komat-kamit merapal doa. Sebelum melangkah, ia kembali berdoa, lalu dengan keyakinan yang mantap, ia melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu sebuah ritual personal menghadapi medan berat.
Tiba di lokasi, warga segera berebut berjabat tangan dengan Tim Satgas. “Terima kasih sudah datang,” ucap warga, seolah Tim adalah ‘Dewi Penyelamat’ yang lama dinanti. Aparat TNI dan Polri terlihat bersiaga di sekitar ruangan. Di dalam ruangan, Tim Satgas diseting duduk berhadapan dengan tujuh wakil perusahaan.
Meski musyawarah berlangsung dalam tensi tinggi, Eva Bande berhasil mengorkestrasi jalannya pertemuan. Rapat tersebut membuahkan hasil krusial, dibentuknya empat tim gabungan untuk pengambilan titik koordinat (pemetaan) lahan warga pada keesokan harinya. Total empat tim terbentuk, beranggotakan perwakilan Satgas, warga, pemerintah desa/kecamatan serta perusahaan. Rapat krusian ini baru berakhir pukul 22.00 WITA.
Tim kembali dengan tubuh yang letih, namun lega karena rapat berjalan lancar. Konsentrasi selanjutnya adalah esok hari, menuju kebun warga yang letaknya berjauhan. Pukul 05.30 WITA, derap suara sepatu lars sudah terdengar dari balik kamar. Tentara dan Babinsa tampak sudah menunggu. Misi pengambilan titik koordinat baru rampung pukul 17.00 WITA lewat, dan itupun tak semua kebun warga bisa dipetakan. Ada warga yang menolak, yang lainnya karena waktu yang tidak mencukupi.
Tak ada jeda dan istirahat. Sekembalinya dari kebun warga, Tim Satgas segera bersiap menempuh perjalanan darat 5 jam menuju Kota Luwuk. Pukul 23.27 WITA tim tiba di Kota Luwuk. Tim Kehumasan Satgas, yang bertugas mendokumentasikan, tidak bisa langsung tidur. Masih ada tugas tertunda, yaitu membuat rilis media berisi hasil pemetaan. Tugas ini baru rampung pukul 02.15 WITA. Besoknya pada Jumat 12 Desember, semua Tim Satgas baru bisa ‘mengendurkan urat’ dari kesibukan yang luar biasa.

Suntikan Moral, “Satgas Gaspool Jangan Kendur!”
Namun, ada satu agenda penting yang harus dipenuhi. Usai salat Jumat di Masjid Agung, Gubernur Anwar Hafid menerima Tim Satgas. Setelah menikmati hidangan seafood bersama Bupati Banggai Amirudin Tamoreka, Anwar Hafid berbicara khusus dengan tim kecil Satgas PKA di pendopo rumah makan. Eva Bande melaporkan seluruh hasil yang dicapai selama perjalanan.
Merespons laporan Ketua Harian Satgas, Gubernur menyahut dengan frasa penuh semangat: “Satgas Gaspool, jangan kendur!” Gubernur mengepalkan tangan kanannya, seolah memompakan energi ke dalam tubuh tim. Selanjutnya, Gubernur menyampaikan sikap tegasnya pada konflik agraria di Sulawesi Tengah.
Tim katanya, harus maju terus, bersikap tegas, jangan kendor tetapi tetap berintegritas. Di tengah sorotan miring dari para pihak yang kepentingan dan zona nyamannya terganggu oleh keputusan Satgas PKA, pernyataan Gubernur ini menguatkan tekad Tim untuk merampungkan satu per satu warisan konflik agraria yang selama ini terabaikan. ***
Penulis: Yardin h
Bagikan ini:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak




