Seni Budaya

Dari Duka Kita Bangkit

SALAT - Jamaah salat Id bersiap melakukan salat Id berjamaah di Masjid Raya Lolu, jalan Mesjid Raya, Kamis 13 Mei 2021

Ini adalah tahun kedua, umat muslim melaksanakan salat idul fitri di tengah pandemi Covid-19. Memang tak separah edisi sebelumnya. Yang serba terbatas.

Ketika salah id hanya diperbolehkan dengan keluarga batih.
Ketika suami-suami menjadi imam sekaligus khatib di keluarga masing-masing.
Ketika para suami mendapat pengakuan mertua, karena mampu menjadi imam dengan lapal terbaik.
Ketika cinta para istri makin menebal saat melihat suaminya mampu menjadi khatib dengan pengetahuan agama yang mumpuni.

Tahun ini, walau Covid-19 muncul dengan ancaman varian baru, pemerintah melonggarkan salat idul fitri. Tidak boleh di lapangan terbuka. Cukup di masjid. Dengan protokol kesehatan yang ketat tentu saja. Sikap longgar pemerintah disambut dengan sukacita. Maka sejak semalam, saat takbir dan tahmid membelah langit Palu, umat muslim larut dalam kesibukan masing-masing. Mulai dari menyiapkan properti di mesjid, membuat garis shaf berjarak, menyetel mik, menyiapkan pensanitasi tangan (hand sanitizer) hingga yang menceburkan diri di lautan manusia. Membiarkan diri bermandi peluh di pusat-pusat perbelanjaan, berburu barang baru.

Baju baru.
Kursi baru.
Horden baru.
Panci baru.
Istri baru.. upsss salah.

Tahun ini walau idul fitri masih kurang lengkap karena larangan mudik namun tidak mengurangi keceriaan. Inilah refleksi warga yang hendak menyambut hari kemenangan. Setelah setahun sebelumnya, dipaksa ngendon di rumah bahkan sebagian memilih membatasi bersilaturahmi ke rumah kerabat karena anjuran di rumah aja (work from home).

KHUSUK – Melakukan salat tahiyatul masjid sebelum masuk salat idul fitri di masjid Alhaq Palu, Kamis , 13 Mei 2021

Takbir dan tahmid terus berkumandang semalam suntuk. Seolah mengingatkan yang terlelap untuk beranjak dari tidurnya. Segera berbenah menuju masjid, surau dan langgar. Demi menggenapi hari kemenangan yang diraihnya dengan salat dua rakaat. Maka seiring dengan fajar menyingsing, warga membanjiri masjid, surau dan mushala terdekat.

Di sana mereka membentuk shaf-shaf yang kokoh, ingin meneguhkan komitmen sebagai umatan wahidah (umat tauhid) yang tak mudah dicerai berai termasuk oleh pandemi Covid-19 sekalipun. Di sana pula, umat melakukan gerakan salat yang sama, menghadap kiblat yang sama, berikrar pada tauid yang sama serta menyembah Tuhan yang sama.

”Kita adalah umat yang satu. Kebersamaan ini akan menjadi komitmen iman kita menghadapi gelombang kehidupan di dunia. Termasuk cobaan pandemi,” seru Hamdi Rudji saat menjadi imam dan khatib di Mesjid Al Haq Jalan Suprapto 69, Palu, Kamis, 13 Mei 2021. Sang hatib meminta umat untuk intropeksi diri. Pandemi dahsyat yang melanda dunia termasuk Indonesia harus dilihat dari perspektif tauhid. ”Ini adalah teguran dari Allah SWT, sekaligus pembelajaran bagi manusia tentang kenapa virus itu harus ada. Apa yang salah dalam kehidupan di semesta ini sehingga Allah menurunkan ujian dahsyat ini,” katanya menambahkan.

Hamdi lalu menyetir Surat Al-Baqarah 2:26-27. Ayat yang mengantar manusia untuk memahami bahwa nyamuk dan virus meskipun kecil dan hina dan tidak terlihat tetapi mempunyai kekuatan yang mematikan.

Hamdi berucap, sebagai mahluk yang berakal, cobaan tidak boleh diratapi apalagi bersikap pasrah. Inilah momentum untuk intropeksi terhadap apa yang salah. Lalu saat yang bersamaan kita bangkit meraih kembali harapan masa depan. ”Dari duka ini kita bangkit,” serunya.

Usai salat, kerinduan akan suasana idul fitri seperti tak terelakkan. Saling maaf-maafan antar kerabat yang setahun ini kehangatan itu direnggut dengan kejam oleh virus covid-19. ‘‘Taqqabalallahu minna wa minkum. Minal aidzin wal wal faidzin. Maaf lahir batin,” ucapan terdengar meriung di segala sudut masjid.

Dari posisi nyaris tak berjarak, dua gadis manis menghambur ke shaf pria. Keduanya, bergelayut manja di pundak sang ayah. ”Mohon maaf,” kata keduanya berebut mengecup manisnya ayahnya. Menit berikutnya, suasana sentimentil tersaji. Salah satunya tampak menghapus air mata yang merembes pelan dengan mukena merah hati. Keduanya terus menggandeng lengan ayahnya hingga ke teras mesjid.

Saat para tua asyik bercengkerama. Anak-anak tak mau kehilangan dunianya. Berjumplitan di atas ubin. Suasana yang tak terlihat pada momen idul fitri setahun silam. Mesjid lengang ditinggal umatnya. Ketakutan diintai musuh tak terlihat bernama Sars Cov2.

MEMUJI TUHAN– Anak-anak sekolah minggu gereja GKST Imanuel Palu, Kamis 13 Mei 2021

Sekira, 1.200 meter dari mesjid Al Haq Palu, selusin anak tampak ceria. Anak Sekolah Minggu Gereja GKST Imanuel di Jalan Mesjid Raya tampil dalam keceriaan yang sama. Pendeta Nurna F Tokede, memberi kesempatan kepada anak-anak ini membawakan lagu pujian.

Tampil dalam paduan suara yang tak benar-benar padu, anak-anak ini mengirimkan pesan. Mereka tak kehilangan energinya untuk terus memuji Tuhannya sekalipun dunia sedang kalut oleh pandemi. Mereka memompa semangat tak hanya kepada dirinya. Tapi kepada siapa pun. Bahwa dalam situasi dunia tak menentu dihajar virus, memuji Tuhan tetap sebagai keniscayaan.

Momentum ibadah Kenaikan Isa Al Masih, digunakan oleh Pendeta Tokede, untuk menyampaikan pesan toleransi kepada umat muslim di Sulawesi Tengah yang merayakan Idul Fitri bertepatan dengan kenaikan Isa Al Masih hari ini. ”Minal Aidin wal faidzin. Mohon maaf lahir dan batin untuk Saudara-saudara kita umat muslim yang merayakan idul fitri hari ini,” ucap Pendeta Tokede dari altar, sebelum memulai khotbahnya.

Menukil Kitab Perjanjian Baru Lukas pasal 24 – 53 dan Kisah Para Rasul pasal 1 – 11, dengan lantang Tokede menyeru umatnya untuk tidak melupakan dan tetap mencari Tuhan. Saat ini, pandemi sedang menghantam kehidupan manusia nyaris di seantero dunia. Tragedi kemanusiaan di Indonesia bahkan di belahan dunia lainnya, datang silih berganti. Terjadi begitu dahsyat. Walau demikian, seberat apa pun, cobaan dan tragedi yang dihadapi, jangan pernah abai dan lupa mencari Tuhan. Tuhan adalah pengharapan atas segala jerih lelah yang dialami oleh manusia. ”Jangan mengabaikan Tuhan, kepadanya kamu berpegang niscaya akan selamat,” tegasnya.

PROKES – Jemaat duduk diantarai semeter di tiap kursi, saat ibada kenaikan Isa Almasih, Kamis 13 Mei 2021

Sama halnya dengan salat idul fitri. Ibadah Kenaikan Isa Almasih berlangsung dalam suasana protokoler kesehatan yang ketat. Cairan pensanitasi tangan tersedia di setiap pintu masuk. Anggota jemaat tidak ada yang duduk berdampingan, sekalipun suami istri. Atau menantu dengan mertua. Tempat duduk berjarak satu meter. Seperti yang sampaikan Pendeta Tokede pada khotbahnya. Tragedi tak harus membuat umat mengabaikan Tuhannya. Pandemi tetap membuat orang mencari kehidupan religiusnya, dimanapun. Kapanpun. Seberapa besar tragedi tak bisa memalingkan kebutuhan manusia akan Rabbnya. Setidaknya begitulah pesan inti dari dua tokoh agama ini.

Dari mimbar masjid Al Haq, Khatib Idul Fitri, Hamdi Rudji meminta umat muslim bangkit dari duka pandemi dan tetap berserah pada Allah SWT. Lalu satu setengah jam berikutnya, di altar Gereja Imanuel, Pendeta Nurna Tokede meminta umat kristiani jangan abai dan tetap mencari Tuhan, sekalipun pandemi Covid-19 terus menggerogoti kehidupan umat.

Dari duka yang teramat dalam ini, keduanya mengirim pesan kuat kepada umatnya untuk bangkit. Bangkit bersama.

Penulis: Amanda
Foto-foto: Amanda – Amar Sakti

 

 

 

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: