MASIH dalam rangkaian teologi pembebasan lingkungan, Festival Mosintuwu menghadirkan pesohor Gede Robi Navicula. Frontman Navicula Band ini dikenal lagu-lagunya yang kritis bertema lingkungan dan hukum. Diantaranya, Di Rimba dan lagu Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Berhenti – lagu yang didedikasikan untuk penolakan reklamasi di Bali.
Forum diskusi yang berlangsung di Dodoha, Tentena, 12 November 2022, digunakan Roby, digunakannya untuk mengampanyekan Anti Plastik Sekali Pakai. Seperti sedotan, gelas minuman, kantongan plastik dan wadah styrofoam. ”Teman-teman hanya menghabiskan dua atau tiga menit untuk menjadikan gelas, sedotan dan tes keresek menjadi sampah. Bayangkan berapa banyak sampah plastik yang kita hasilkan. Bagaimana kalau sehari atau sebulan bahkan setahun,” ungkap Roby mencoba menggugah kesadaran peserta.
Perilaku ini kata dia, memberi kontribusi pada Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar di Asia Tenggara dengan 9,13 juta ton pada 2022. (data world population review). Malam sebelumnya, peserta disuguhi film dokumenter Pulau Plastik, besutan Dandhy Dwi Laksono dan Rahung Nasution. Di film tersebut, peserta mendapat gambaran soal bahaya plastik dan perilaku masyarakat serta bagaimana arah politik lingkungan negara.
Di film Pulau Plastik, ulas Gede Roby, penonton bisa melihat dengan benderang bagaimana plastik telah menjadi masalah sosial yang pelik. Setiap manusia Indonesia terlebih yang tinggal di perkotaan, tubuhnya sudah terkontaminasi microplastik. ”Ini adalah ancaman nyata pada kesehatan dan masa depan alam. Tapi kita masih terus memproduksi plastik dalam kehidupan kita,” ulasnya panjang lebar.
Menurut dia, menghidupkan kembali tradisi ayah ibu terdahulu, adalah pilihan yang realistis untuk terhindar dari godaan wadah plastik yang amat sukar dihindari dalam kehidupan manusia moderen. Misalnya, kantong plastik bisa diganti dengan daun pisang. Wadah makanan styrofoam bisa diganti dengan rantangan.
Sedangkan untuk wadah air minum cukup membawa tumbler. ”Ini sebenarnya bukan problem serius. Hanya maukah kita membiasakan dan menjadikannya sebagai style kita. Buktinya, orang tua kita dulu-dulu bisa,” ungkapnya. Seratusan peserta yang umumnya, mahasiswa STT Tentena, siswa SMA dan SMP serta ibu-ibu dari 20 desa, tampak tertegun mendapatkan penjelasan gamblang dari pengisi soundtrack Film Pulau Plastik itu.
Lalu bagaimana sebenarnya ancaman plastik terhadap kesehatan? Peneliti dari Ecoton, Prigi Arisandi mengungkapkan, microplastik bahkan telah masuk mengontaminasi jeroan tubuh manusia. Kemudian racun dioxin yang disebabkan oleh plastik, oleh sebagaian kalangan disebut tidak didapati di Indonesia. Namun bukan berarti itu tidak ada di Indonesia. Melainkan alat laboratorium untuk memastikan zat kimia itu tidak ada di negara ini. ”Jadi jangan gembira dulu. Ini karena kita tidak punya alatnya saja,” katanya di depan peserta.
Ia pun membeber hasil susur sungai di Danau Poso yang dilakukannya bersama peserta Festival Mosintuwu. Ia mengidentifikasi microplastik telah mencemari sungai yang menjadi konsumsi warga di Kota Tentena dan sekitarnya. Kegiatan susur sungai menjadi salah satu kegiatan Festival Mosintuwu 2022, yang dipimpin Prigi Arisandi, didampingi peneliti muda dari Mosintuwu Institut, Kurniawan P Bandjolu. ”Jangan sampai sungai-sungai di Poso, seperti sungai Pulau Jawa penuh dengan plastik,” ujar Prigi mengawali presentasinya.
Prigi melanjutkan, fenomena sungai-sungai di Indonesia hampir sama. Menjadi bak sampah yang murah dan mudah. Perilaku masyarakat dan korporasi menjadi kontributor terbesar yang membuat kualitas sungai di Indonesia kian hari kian buruk. Hasil uji sampel di Sungai Poso diidentifikasi rata-rata terdapat 58 partikel mikroplastik berukuran di bawah 5 milimeter dalam 100 liter air. Ia menyebutkan, setidaknya ada empat jenis mikroplastik yang diindetifkasi. Antara lain fiber, filamen, fragmen dan foam. ”Yang terbanyak jenis fiber, jumlahnya sekitar 60 persen,” ucapnya ditemui usai diskusi, Jumat 11 November 2022. Temuan mikroplastik di Sungai Poso menurut Direktur Mosintuwu Institut Nerlian Gogali, memberi bukti soal perilaku manusia yang makin jauh dari alam. ”Bahkan sudah merusaknya. Perubahan perilaku masyarakat ini harus menjadi gerakan bersama,” katanya ditemui di lokasi Festival Mostintuwu, Sabtu 12 November 2022.
KOMITMEN ANTARDESA
Hasil diskusi dari Teolog Lady Mandalika, Pendeta Yombi Wuri, Prigi Arisandi dan Gede Roby, kemudian menjadi dasar sikap bersama peserta antardesa, menghadapi plastik sekali pakai ini. Namun sebelumnya peserta disodori pertanyaan mendasar, tentang apa saja masalah yang terkait dengan plastik sekali pakai di desa masing-masing. Kemudian apa gagasan yang bisa dilakukan sebagai individu maupun warga, untuk plastik sekali pakai tersebut. Gagasan itu berdasarkan tradisi dan pengetahuan lokal di desa masing-masing. Tiga kelompok yang mendiskusikannya, antara lain mahasiswa, tokoh agama dan warga desa. Hasilnya menjadi sikap bersama. Diskusi kelompok ini difasilitasi Kopernik – sebuah organisasi nirlaba berpusat di Bali. Lembaga ini melakukan eksperimen untuk menemukan cara terbaik guna mengatasi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat. Personel dari Kopernik, antara lain Gede Roby, Ewa Wojkowska (pendiri), Andre Dananjaya dan Sergina Londe. Merekaterlibat langsung memandu diskusi kelompok hingga merumuskan sikap bersama itu. ***
Penulis : Amanda
Foto-foto : Amanda & Basrul Idrus