TIGA pakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menyelesaikan pengambilan sampel dan penelitian lapangan selama dua hari, 18–19 November 2025, untuk menginvestigasi penyebab kerusakan rumah warga di Desa Sulewana, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Sebelum memulai tugas lapangan, tim pakar ITB sempat bertemu dengan pemerintah desa di Kantor Desa Sulewana. Dalam pertemuan tersebut, Dr. Teguh Purnama Sidiq, Ahli Geodesi, menegaskan bahwa kedatangan mereka adalah untuk menjalankan penelitian ilmiah murni.
“Kami hadir untuk mencari kebenaran, bukan pembenaran. Kami tidak terafiliasi kepentingan mana pun, kecuali pada kebenaran berdasarkan fakta di lapangan,” ujar Teguh, yang juga memiliki keahlian di bidang teknologi radar interferometri.
Pengambilan Sampel Maraton di Lapangan
Pada hari kedua, tim ITB memulai pengambilan sampel secara maraton sesuai dengan kepakaran masing-masing. Tim tersebut terdiri dari: Dr. Rendy Dwi Kartiko (Tenaga Ahli Geologi), Dr. Teguh Purnama Sidiq (Tenaga Ahli Geodesi), dan Inzagi Suhendar (Asisten Tenaga Ahli, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan/FTTM).

TINJAU – Dr. Teguh Purnama Sidiq mendengar pemaparan anggota BPD Sulewana Bastian warga di Desa Sulewana Rabu, 19 November 2025
Di lapangan, setiap ahli fokus pada domainnya. Dr. Teguh Purnama Sidiq menjalankan tugas geodesi untuk menentukan apakah keretakan pada rumah warga disebabkan oleh pergerakan struktural signifikan, seperti pergeseran atau penurunan tanah, dan apakah pergerakan tersebut memiliki korelasi dengan aktivitas PLTA.
Kemudian Dr. Rendy Dwi Kartiko mengambil sampel batuan penyusun di sekitar rumah terdampak untuk memahami kondisi geologi dasar. Sedangkan Inzagi Suhendar sebagai anggota tim paling muda, berfokus pada perekaman getaran.
Inzagi Suhendar secara intensif melakukan perekaman getaran yang dihasilkan oleh debit outlet PLTA Poso 1 dan Poso 2. Tercatat, perekaman diambil di 9 titik, meliputi 3 titik di area PLTA Poso 2, 1 titik di PLTA Poso 1, dan 5 titik di area permukiman warga.
Tujuan pengambilan data ini adalah untuk mengukur dan mencatat secara akurat besaran getaran tanah (ground vibration) yang ditimbulkan oleh aliran air berkecepatan tinggi atau turbulensi dari outlet PLTA saat beroperasi normal, untuk dianalisis kaitannya dengan kerusakan struktur.
Pada saat yang sama, Dr. Rendy Dwi Kartiko, yang tampak lebih senior dari dua rekannya. secara mendalam mendatangi 28 rumah warga yang mengalami kerusakan (baik berat, sedang, maupun ringan). Dosen dengan keahlian geologi terapan ini mewawancarai warga, mencatat, dan mengamati setiap retakan di tanah dan dinding rumah.
Di kebun warga, ia terlihat fokus pada sifat-sifat batuan dan tanah di bawah permukaan serta mengamati sejauh mana material tersebut bereaksi terhadap beban atau perubahan kondisi air. Kegiatan lapangan yang menguras energi ini dilakukan secara nonstop, dimulai pukul 10.00 dan berakhir pukul 17.15 Wita, hanya diselingi jeda makan siang. Rendy mendengarkan langsung kesaksian warga.
Salah satunya adalah Malvin Baduga, yang rumahnya mengalami kerusakan berat dan berjarak hanya sekitar 66 meter dari sungai. Kondisi rumahnya menunjukkan penurunan di area dapur dan kamar mandi. Kepada Rendy, Malvin mengaku penurunan tanah sudah terjadi sejak 2007, dan meskipun sempat diperbaiki pada 2014 dengan bantuan Poso Energy, rumahnya amblas kembali setahun kemudian hingga kedalaman sekitar 40 cm.

Warga lainnya Novi Badjadji, yang rumah semi-permanennya mengalami rusak sedang dan hanya berjarak 21,7 meter dari bibir sungai, menyatakan kekhawatiran yang mendalam. “Sebelum kehadiran PLTA Poso Energy, tanah di sekitar rumah saya tampak solid, tidak ada retakan yang mengancam keselamatan kami. Sekarang saya waswas. Kalau hujan sedikit pasti runtuh,” ungkap jebolan STT Scriptura Bogor ini.
Klaim Bantahan dari PT Poso Energy
Di sisi lain, PT Poso Energy, mengutip dokumen dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Poso, bersikukuh bahwa kerusakan rumah warga bukan disebabkan oleh aktivitas PLTA. Asmarudin, Manager Bendungan PLTA Poso Energy, dalam dokumen tersebut menyebutkan bahwa debit awal dari Sungai Poso yang berbatasan langsung dengan pemukiman di Desa Sulewana hanya sebesar 531 m³.
Sesuai regulasi Pemerintah Kabupaten Poso, air yang dilepaskan oleh PLTA hanya dibolehkan sebesar 510 m³. Pihak Poso Energy mengklaim air yang dilepaskan hanya sekitar 228 – 230 m³.
Terkait kerusakan rumah, Poso Energy mengklaim bahwa vegetasi di sempadan sungai mengalami kemiringan yang ekstrem bahkan sampai roboh. “Jika vegetasi masih berdiri kokoh, maka dapat dikatakan kondisi sempadan sungai masih dalam kondisi normal,” sebut Poso Energy dalam dokumen tersebut, menyiratkan kerusakan disebabkan oleh faktor lingkungan alami sempadan sungai.
Pada kesempatan itu, Ketua Satgas PKA Sulteng, Eva Susanti Bande, secara langsung mencecar Dimas Tenggeli, pemilik rumah semi permanen yang kondisinya rusak berat.
“Terus terang saja, Pak Dimas. Mohon dijawab jujur. Bapak sudah pernah menerima bantuan dari PE (Poso Energy) atau belum? Jangan ragu-ragu,” selidik Eva dengan nada mendesak.

Awalnya Dimas Tenggeli tampak ragu, sempat melirik ke arah petinggi Poso Energy yang hadir. Namun, setelah didesak, ia pun mengaku, “Iya, Bu. Saya sudah dibantu, jumlahnya sepuluh juta rupiah.”
“Baik. Uang itu Bapak gunakan untuk apa saat itu?” tanya Eva lagi, melanjutkan penyelidikan.
“Uangnya untuk memperbaiki lantai, Bu. Tapi, sekarang lantainya rusak lagi, ambles lagi,” jawab Dimas singkat. Mendengar pengakuan tersebut, Eva langsung menatap petinggi perusahaan.
“Oke, Perusahaan harus mendengar kesaksian ini. Warga sudah dibantu, uangnya digunakan untuk perbaikan, tetapi kerusakan itu terjadi lagi. Ini membuktikan bahwa masalahnya belum selesai. Klir ya, Bapak Dimas ini tetap korban dari kerusakan yang berulang,” tutup Eva.
Kepada wartawan, Eva mengatakan, Tanggung jawab perusahaan tidak berakhir di gerbang powerhouse, melainkan meluas hingga ke ambang pintu rumah tetangga di sekitar perusahaan.
‘’Kami akan menunggu dengan cermat hasil kajian ilmiah dari ITB yang berintegritas. Namun, kami tegaskan, prinsip keadilan sosial harus selalu mendahului kaidah profit bisnis. Kami meminta perusahaan segera mengambil langkah humanis. Memperbaiki keretakan di dinding rumah warga mestinya dipenuhi sebelum kita bicara tentang data teknis lebih lanjut.’’ pungkasnya.
Tim pakar ITB, bersama Satgas PKA, dan perwakilan PT Poso Energy, berencana melakukan pengambilan sampel batuan dan pengeboran inti hingga kedalaman sekitar 20 meter.
Tujuannya menganalisis sifat geoteknik dan kekuatan batuan di bawah permukaan guna mengetahui penyebab utama ketidakstabilan tanah. Pelaksanaan pengeboran ini diupayakan dapat dilakukan secepatnya, berbarengan atau sesudah kedatangan tim pakar gelombang kedua pada pekan terakhir bulan November. ***
Penulis: yardin hl
Bagikan ini:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak




