Serba Serbi

Jelang Pembelajaran Tatap Muka dan Kerisauan Hati Emak Emak

BELAJAR DI KELAS - siswa belajar di kelas (f-labschool malang)

SEBENTAR lagi sekolah setingkat SMA kembali dibuka. Pembelajaran tatap muka di kelas akan kembali dimulai setelah sekian lama vakum oleh pandemi covid-19. Setidaknya, Senin awal pekan ini, Surat Edaran Gubernur, tentang mulainya belajar tatap muka sudah beredar. Namun kebijakan membuka kelas tatap muka disambut ketar-ketir oleh kalangan emak-emak.

Kecemasan itu diekspresikan dengan gerutuan, omelan sebagai refleksi dari kekhawatiran terhadap anak-anak mereka yang sebentar lagi bakal menjalani belajar tatap muka.

”Apa pemerintah sudah pikir matang-matang,” cerocos salah satu ibu.
”Anak saya, saya larang dulu,” celoteh yang lain.
”Memangnya kalau anak kita kena virus, pemerintah tanggungjawab,” sergah ibu lainnya.

Mayoritas emak-emak yang dimintai komentarnya memang tidak setuju. Sembari menyarankan pemerintah menunggu situasi benar-benar kondusif. Atau paling tidak jika obatnya sudah ada.

Emak emak ini berdalih. Penderita covid di Sulawesi Tengah, belum memperlihatkan tanda-tanda berkurang. Angka-angkanya terus bertambah. Di sisi lain, disiplin siswa terhadap protokol kesehatan sangat rendah. Fakta-fakta ini terakumulasi – menjadi sebuah kekhawatiran. Emak-emak ini pun kompak. Belajar jarak jauh masih menjadi pilihan bijak daripada berjudi dengan dalam ketidakpastian.

Dikutip dari Pusdatina Pemprov Sulteng, yang memasok data covid-19 di Sulawesi Tengah, per hari ini, 21 Agustus 2020, jumlah pasien yang terkonfirmasi sebanyak 235 psien. Sementara yang sembuh 197 orang dan meninggal 7 orang.

Ibu Kartini (34) misalnya, ia mengkhawatirkan adiknya yang duduk di kelas XI SMA Negeri 3 Palu, harus pergi ke sekolah saat trend kasus Covid-19, terus meningkat di Sulawesi Tengah. Apalagi di Kota Palu katanya jumlah terkonfirmasi Covid selalu fluktuatif. Fakta-fakta itu kemudian membuat hati perempuan berkerudung ini goyah. ”Terserah saya saja, saya kasih ke sekolah atau tidak,” ucap Tini sapaan akrabnya. Keraguan juga datang dari Ibu Nini (41). Putri sulungnya, tahun ini duduk di kelas 10 SMA Madani Palu. ”Sepertinya tidak usah dulu. Biar belajar daring dulu,” responsnya singkat.

Kekhawatiran yang sama juga dikemukakan Fatma (17) Pelajar SMA Negeri 1 Palu. Ditanya kemantapan hatinya mengikuti pelajaran dalam waktu dekat ini, Fatma mengaku merindukan suasana belajar bersama teman teman. Namun pandemi covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda berhenti, membuatnya khawatir untuk belajar tatap muka. Sang Ibu aku Fatma juga belum mengizinkan dirinya untuk ke sekolah. ”Mungkin belum untuk saat ini,” aku gadis periang ini.

AKTIFKAN BELAJAR TATAP MUKA – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan H. Irwan Lahace di ruang kerjanya. Pemrov Sulteng siap menggelar belajar tatap muka di masa pandemo (f-metrosulawesi/fadel)

PEMPROV AKAN KELUARKAN SURAT EDARAN

Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, tampak hati hati merilis kebijakan menggelar kembali belajar konvensional. Berbekal SKB 4 Menteri tentang pembelajaran tatap muka yang sudah di meja pemerintah, belajar tatap muka bakal digelar setelah Gubernur Sulteng menerbitkan Surat Edaran ke kabupaten/kota.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Tengah, Haji Irwan Lahace berucap, pemerintah sangat berhati-hati memberlakukan kembali tatap muka di kelas. Namun demikian, pemerintah tidak ingin ada kesemrawutan di lapangan saat belajar tata muka dimulai. Karena itu, pemerintah perlu menerbitkan surat edaran yang menjadi pedoman teknis di lapangan. ”Karena ini soal penting, kita ingin ada keseragaman dalam pelaksanaan di lapangan. Jangan provinsi ke kanan, daerah-daerah malah ke kiri. Kasihan nanti masyarakat bingung,” Lahace mengingatkan.

Surat edaran yang dikeluarkan Gubernur, katanya tidak ujuq-ujuq. Selain tetap berpedoman SKB 4 Menteri, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan diskusi intensif dengan para pihak. Beberapa minggu belakangan, Dinas Dikbud terus menggelar rapat dengan kepala dinas Dikbud maupun kepala dinas kesehatan kabupaten/kota di Sulteng.

Kehati-hatian pemerintah, ditunjukan dengan tidak grasa grusu. Rapat-rapat daring yang digelar nyaris tanpa jeda untuk mendapatkan masukan soal perkembangan di daerah masing-masing. Rapat tak hanya dengan instansi sejenis. Stakeholder pendidikan juga dimintai pendapatnya. Yakni organisasi guru – PGRI Sulteng. Pakar pendidikan dan pakar psikologi anak juga didengar masukannya. Tak lupa DPRD Sulteng, komisi yang membidangi pendidikan juga dimintai pendapatnya. ”Rapat daring dengan berbagai pihak untuk mendapatkan berbagai perspektif yang bisa memperkuat muatan surat edaran kelak,” katanya. Walau surat edaran belum dirilis, Lahace membocorkan, ketentuan untuk menjalankan protokol kesehatan di lingkungan sekolah adalah syarat yang tidak bisa ditawar.

Ditanya apakah orang tua siswa dilibatkan serangkaian diskusi-diskusi itu, Lahace mengaku komunikasi dengan orang tua tidak dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Komunikasi akan dijalin kepala sekolah melalui komite sekolah.

Tidak dilibatkannya orang tua dalam diskusi daring, dikritik keras oleh kalangan orang tua. Amirudin (41) warga di Jalan Samratulangi Palu. Menurut dia, pemerintah tidak boleh mengambil keputusan secara top down (dari atas). Perspektif orang tua harus didengar. Tidak boleh seolah-olah keputusan para pejabat di diskusi adalah keputusan final – lalu dianggap sebagai yang terbaik.

Ditanya soal posisi komite sekolah yang bisa mewakili orang tua? Menurut Amiruddin ini kebijakan strategis, tidak boleh seorang komite sekolah mewakili kecemasan para orang tua. Menurut dia, mestinya hasil-hasil diskusi bisa disampaikan kepada orang tua, melalui anak-anak yang saban hari terhubung dengan sekolah melalui belajar daring. Hasil-hasil diskusi katanya bisa dipelajari bersama.

grafis Covid-19 Pusdatina Sulteng

ORANG TUA TEKEN SURAT PERNYATAAN

Haji Lahace melanjutkan, kelak sekolah akan menerbitkan surat pernyataan yang harus diteken semua orang tua. Ia belum merinci seperti apa redaksi surat pernyataan para orang tua tersebut. Namun menurut mantan Kepala Badan Perpustakaan Daerah ini, surat tersebut mengunci agar tidak ada pihak-pihak yang saling menyalahkan jika ada hal-hal yang terjadi saat proses belajar dimulai. Dalam surat pernyataan itu, pemerintah bersikap moderat.

Misalnya, memberikan opsi apakah membolehkan anaknya belajar tatap muka di kelas atau tetap belajar jarak jauh. Dua-duanya akan difasilitasi. Dua duanya akan diperhatikan. Keduanya ditempatkan pada posisi yang sama pentingnya. Tidak ada yang diabaikan. ”Pemerintah sangat hati-hati. Kami tidak ingin ada yang dirugikan dari dimulainya belajar tatap muka ini. Kita ingin semuanya baik-baik saja, sampai pandemi berlalu,” tutupnya.

Penulis: Amanda

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan