Memahami Kegeraman Ketua Pansus Soni Tandra

PIMPIN RAPAT – Sony Tandra (tengah) memimpin rapat tentang revisi Perda Penanggulangan Korban Bencana, Selasa 11 Oktober 2022.

‘’ANGGARAN bencana tetap masuk dalam BTT.  Aturannya seperti itu Pak,’’ sahut Sekretaris BPKAD Sulteng, Doni Budjang.

Mendengar itu, suara Ketua Pansus Tiga DPRD Sulteng, Sony Tandra sontak meninggi. Ia mengangkat kepalanya lebih tinggi. Memastikan sekali lagi jawaban yang keluar dari mulut pejabat eselon tiga itu.

‘’Okelah kalau begitu. Kami Pansus telah berusaha memperjuangkan kepentingan rakyat. Dari sini bisa dilihat siapa yang memperjuangkan aspirasi  masyarakat dan siapa yang tidak,’’ sahut politisi Partai Nasdem itu, saat memimpin rapat Revisi Perda Nomor 02/2013, di DPRD Sulteng, Seini 11 Oktober 2022.


Bersama tiga rekannya, Sony memimpin jalannya rapat revisi Perda tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hingga rapat selesai, hanya Sony yang tertinggal, sisanya keluar duluan karena ada kepentingan lain.

‘’Kita sudah mendapat pelajaran pada bencana 2018 lalu. Pansus juga sudah mendapat masukan dari studi komparasi di Banten. Perda ini memang saatnya direvisi agar lebih akomodatif kepada korban bencana, ‘’cetus Sony membeber alasan revisi Perda pada rapat yang diikuti sejumlah dinas terkait. Antara lain, BPKAD, Inspektorat, BPPD, Ketahanan Pangan dan Bapeda dan Dinas Sosial itu.

Rapat pansus yang berlangsung hampir tiga jam itu,  untuk mendapatkan masukan dari dinas-badan terkait revisi perda Nomor 02/2013 itu. Substansi yang akan direvisi adalah tentang penanganan darurat korban saat bencana terjadi.  Pemerintah dengan sumber daya yang dipunyainya, mulai dari personel, anggaran, kewenangan dan fasilitas harus menjadi yang tercepat dan terdepan menangani korban ketika bencana terjadi. Tanpa harus terhalang aturan birokrasi yang rumit dan panjang.

‘’Semangat  pelayanan harus dikedepankan, jangan terhalang prosudur birokrasi yang njlimet,’’ tambah Sony dalam pengantarnya. Karena itu, ia meminta anggaran penanganan korban bencana bisa dicairkan saat bencana terjadi tanpa harus menunggu persetujuan Gubernur dan DPRD.  Mekanisme itu ternyata bisa dilakukan di Provinsi Banten.

Banyak pandangan disampaikan para pejabat di forum itu. Dari sejumlah pembicara yang mendapat kesempatan satu persatu, tampak memperkuat pandangan yang disampaikan Sony Tandra. Misalnya,  dana penanganan korban bencana, bisa saja dititipkan di dinas dan badan yang terkait. Nama mata anggarannya, bisa apa saja. Namun dana itu hanya bisa dikeluarkan khusus saat darurat bencana. Tidak boleh untuk kebutuhan yang lain. Jika hingga akhir tahun anggaran itu tidak terpakai, maka bisa dimasukan sebagai sisa lebih anggaran (silpa).

Skema itu untuk menyiasati kendala dimana penggunaan dana di atas jumlah  tertentu harus menggunakan tender. Atau harus melalui persetujuan DPRD dan Gubernur. Mekanisme ini akan membuat penanganan situasi darurat bencana menjadi terhambat oleh aturan birokrasi.


BERBINCANG – Sony Tandra berbincang dengan koleganya soal soal semangat pelayanan kepada masyarakat, di ruang sidang DPRD Sulteng, Selasa 11 Oktober 2022.

Dua jam lebih rapat itu berlangsung, Sony tampak semringah. Senyumnya mengembang, sambil pandangannya menyapu semua koleganya yang duduk di hadapannya.  ‘’Kalau begini kita bisa mengarah ke kesimpulan, karena ada celah yang bisa kita gunakan untuk menghadirkan pelayanan pemerintah pada saat situasi bencana yang kritis,’’ ucap Sony, seusai pejabat dari BPPD Sulteng, Mohamad Arief Budiman Junus menyampaikan pandangan singkatnya.

Selaku bendahara pemerintah daerah gong penentu terakhir tetap di tangan BPKAD Sulteng. ‘’Sekarang kita tanya dulu, dari BPKAD,’’ kata Sony sambil terus tersenyum. Doni Budjang yang mewakili atasannya, dengan pelan meraih mik lau berbicara. ‘’Dana bencana tetap masuk dalam BTT.  Aturannya seperti itu Pak,’’ sahut Doni Budjang dengan nada pelan.

Sony tampak terkesiap mendengar respons Budjang. ‘’Kalo begitu sama  dengan mekanisme biasa. Percuma kita bicara di sini sejak awal. Baiklah rapat ini kita sudahi tanpa kesimpulan,’’ ucap Soni kecewa.

Ia kembali melanjutkan. Birokrasi kata dia harus membuka perspektifnya. Pelayanan harus didahulukan daripada aturan-aturan yang membuat pelayanan tidak bisa berjalan. ‘’Makanya sejak awal saya minta yang datang di sini pejabat pengambil keputusan, bukan diwakili. Supaya tidak begini terus kita,’’ ujarnya dengan nada tinggi.

Ia melanjutkan, dari sini akan kelihatan siapa yang memikirkan rakyat. DPRD Sulteng sudah berjuang melakukan yang terbaik buat rakyat.   Tak seperti koleganya yang lain, yang masih menyisakan waktu berbincang dengan anggota dewan,  usai rapat Doni Budjang langsung meraih buku kerjanya, mundur perlahan dan meninggalkan ruang sidang.

Ditemui usai sidang, Doni tetap keukeu dengan pendiriannya. Dana bencana  menurutnya harus masuk dalam skema BTT (biaya tak terduga). Pencairannya pun harus menyesuakan dengan aturan. Menurutnya Jika terjadi bencana syarat administrasiya bisa dibuat bersamaan supaya tidak aturan main yang dilanggar. ‘’Kan bisa kalo ada bencana administrasinya bisa dibuat secepatnya. Tidak ada masalah,’’ selorohnya sambil tersenyum.

Herson Malik pengamat kebijakan publik yang dihubungi siang tadi berpendapat, dalam konteks bencana (darurat) pemerintah tidak boleh berdalih mendahulukan aturan birokrasi dan tidak secepatnya memberikan penanganan korban bencana. Ia bisa memahami kegeraman Sony Tandra soal mindset (kerangka berfikir)  para penyelenggaran pemerintahan yang seperti ini. Birokrasi seolah enggan memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan tepat. Namun lebih senang berdalih dengan aturan-aturan yang dibuatnya sendiri.

Penulis + Foto: Amanda

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan