Sosok

Mengenang Sayyid Saggaf Muhammad Aljufri, Jejak dan Pengabdiannya

DALAM KENANGAN – KH Saggaf Muhammad Aljufri mewakafkan diri untuk umat. Ia meninggalkan legasi untuk umatnya (foto Muhamad Izfaldi)

MENAMPILKAN sosok besar dan kharismatik dalam tulisan singkat tidaklah mudah. Terlebih, jika sosok itu adalah figur yang berpengaruh. Mempunyai kontribusi besar dalam perjuangan umat. Namun, sesederhana apa pun tulisan itu, mendokumentasikan para tokoh umat, sekelas KH Saggaf Muhammad Aljufri tetaplah penting. Sosok yang nyaris setiap denyut nadi dan tarikan nafasnya hanya memikirkan umat, umat dan umat.

Hari ini genap 40 hari, sang tokoh meninggalkan bumi fana. Tulisan sederhana ini dipersembahkan untuk membersamai abnaulkhairaat dan umat lainnya, yang hari ini menggelar pembacaan tahlil 40 hari kepergiannya di Pesantren Dolo – Sigi.  KH Sagaf Aljufri, setiap bagian dalam hidupnya, adalah i’tibar yang pantas diikuti dan diteladani.

Lisan dan lakunya adalah petuah tentang kehidupan. Petitah petitihnya adalah cerita tentang manusia sebagai hamba sekaligus sebagai khalifah fil ardhi yang hidup dan matinya dipersembahkan untuk umat dan bangsa. (izzul Islam wal muslimin).

Kepada umat dan keluarganya, ia tidak meninggalkan emas, berlian atau korporasi besar. Ia meninggalkan warisan nilai, semangat, komitmen, konsistensi dan jalan dakwah yang tidak selamanya mulus. Setidaknya, dengan legasi itu, umat yang ditinggalkannya mampu menjaga warisan, sebuah bahtera besar bernama Alkhairaat menuju kemaslahatan umat, tak hanya di dunia tapi juga di hari akhir kelak.

HADIRI HAUL – KH Sagaf Aljufri menghadiri haul Guru Tua, momentum yang selalu digelar saban tahun, untuk mewarisi semangat kealkhairatan yang didirikan tahun 1930 (foto-muhamad izfaldi)

KH Sagaf Aljufri mewarisi estafet kepemimpinan Alkhairaat dari ayahnya, Sayyid Muhammad bin Idrus Aljufri, 1969 – 1975. Sebelumnya sang ayah menerima kepemimpinan dari pendiri Alkhairaat dari Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri alias Guru Tua, 1930 – 1969.  Sagaf Aljufri adalah generasi ketiga dari pendiri Alkhairaat. Ia memanggul amanah sebagai Ketua Utama Alkhairaat Palu, sejak 1975 hingga menghembuskan nafas terakhirnya 3 Agustus 2021 di RS Alkhairaat Palu. Diusia 84 tahun.

Sebagai khalifah fil ardh, KH Sagaf Aljufri, memilih berikhtiar di jalan dakwah. Mengentas umat dari kejumudan berfikir, dengan mendirikan ratusan sekolah, mulai pra sekolah hingga perguruan tinggi.

Menghadirkan akses kesehatan yang mudah bagi umat dengan mendirikan Rumah Sakit Sis Aljufri- dimana almarhum sendiri wafat di sana. Melayani kebutuhan warga dengan jaminan bahan makanan yang halal dan sehat, melalui Toserba SAL di Jalan Sis Aljufri Palu Barat. Membuka cakrawala pandang umat melalui informasi yang memancarkan kemaslahatan – dengan mendirikan Koran MAL kini MAL online serta Radio Alkhairaat (RAL) di Palu dan Manado.

Semasa hidupnya, Sagaf Aljufri yang pernah menjabat Dekan Fakultas Usuludin IAIN Makassar Viliar Palu, 1969/1978, tanpa lelah tanpa henti, terus melebarkan sayap pengabdian kemanusiaannya di luar Sulawesi Tengah. Setidaknya, jejak ini bisa dilihat dari amal usaha yang dirintis membentang mulai dari Kota Palu, menyebar di seluruh Sulawesi Tengah hingga wilayah lain di Indonesia Timur.

Tidak ada catatan berapa umat abnaulkhairaat di seluruh Indonesia saat ini. Pun tidak ada data yang bisa ditelusuri jumlah siswa di bawah naungan lembaga pendidikan Alkhairaat sekarang ini. Data yang dikutip medio 2014 – 2019, di sana tercatat, lembaga pendidikan tersebar mulai dari Sulawesi Tengah, pusat gerakan Alkhairaat, menyebar nyaris kesemua wilayah di Sulawesi hingga Kalimantan Timur, Maluku dan Maluku Utara dan Papua serta Papua Barat.

Di wilayah ini berdiri puluhan madrasah milik lembaga  yang berdiri tahun 1930 di Kota Palu tersebut. Lembaga pendidikan di bawah naungan Alkhairaat, berjumlah 1.550 buah dan pondok pesantren berjumlah 36 buah.  (Data sekolah/madrasah lihat grafis)

Di bawah kepempimpinan Sagaf Aljufri pula, Universitas Alkhairaat (Unisa) Palu, kini berdiri megah. Mewaris gedung  peninggalan Pemerintah Kabupaten Donggala, Unisa tercatat sebagai salah satu perguruan tinggi swasta terbesar di Sulawesi Tengah. Perguruan Tinggi yang berdiri tahun 1964 ini, kelihatan terus berbenah. Unisa tercatat sebagai salah satu universitas swasta yang mempunyai Fakultas Kedokteran. Mengutip hasil rapat kerja terakhir, mahasiswanya berjumlah 3.000 lebih. Dengan 134 tenaga pengajar. Mereka tersebar di 7 fakultas dan 13 program studi.

MENUJU PERISTRAHATAN – Ribuan umat yang dibersamainya selama puluhan tahun, mengantar jenazah almarhum di pemakaman di kompleks masjid Alkhairaat Pusat Palu. (foto: muhamad izfaldi)

Mengutip laporan yang diterbitkan PB Alkhairaat periode 2014 – 2019 tersebut, Lembaga Pendidikan Alkhairaat  memiliki siswa yang menyelesaikan S-1, S-2 dan S-3 di Mesir, Arab Saudi, Yaman serta Pakistan. Lainnya ada yang menempuh pendidikan di Jerman, Australia, Sudan serta Malaysia.  Ditambah lagi siswa-siswa Alkhairaat yang sedang belajar. Dan ada yang telah menyelesaikan studi diberbagai lembaga pendidikan di Indonesia.

Yang menggembirakan kini, Lembaga Pendidikan Islam Alkhairaat  telah mendapat kepercayaan dari Pemerintah Mesir dengan memberikan bantuan tenaga pengajar dari Al-Azhar Mesir. Mereka telah ditempatkan di Kota Palu maupun di daerah-daerah. Yang membanggakan tulis laporan tersebut,  Perguruan Islam Alkhairaat telah mendapatkan pengakuan dari Al-Azhar Mesir. Ijazah Alkhairaat statusnya bahkan disamakan dengan Ijazah Al-Azhar Kairo Mesir.

 

TOKOH YANG MODERAT

Tokoh dengan pengalaman hidup yang membentang panjang juga dikenal moderat. Kehidupan sosialnya sangat cair. Komunikasi dengan berbagai strata sosial adalah aktivitas sehari-hari yang dijalaninya di kediamannya di Jalan SIS Aljufri 2 dan Jalan Mangga, Palu Barat. Mulai dari presiden, menteri, gubernur hingga warga akar rumput, pernah melakukan diskusi langsung dengannya. Pengalaman menyertai beberapa elit yang sowan ke kediaman tokoh kharismatik ini,  jika di hadapan para elit negeri, Sagaf memberi wejangan tentang bagaimana mengelola negeri heterogen ini, dengan tetap menjadikan agama sebagai basis moralnya.  Negeri majemuk ini harus dikelola dengan hati-hati dan terus berpegang pada nilai-nilai agama sebagaimana para tokoh pendahulu seperti kakeknya Guru Tua memberdayakan warga di akar rumput melalui pintu pendidikan dan nilai-nilai agama.

Jika bersama warga akar rumput, KH Sagaf   mengingatkan, semangat pantang menyerah, berusaha sekuatnya untuk hasil yang ingin dicapai. Ia mencontohkan, bagaimana Alkhairaat dibangun dari nol, namun komitmen dan konsistensi yang kuat serta ridho Allah SWT – Alkhairaat terus berdiri menerobos rintangan zaman, hingga akhirnya bisa eksis seperti yang Saudara saksikan saat ini.

Namun sejak Covid-19 mencuat dan berubah menjadi pandemi global, akses langsung ke peraih penghargaan Kemenag 2014 ini dibatasi.  Ia tak lagi bebas menerima tamu seperti saat pandemi Covid-19 belum mengganas.

Untuk menggambarkan sosoknya sebagai tokoh moderat, penting untuk menceritakan kembali secuil kisah sederhana berikut ini.

Saat peringatan HUT Koran MAL 2010, di gedung Almuhsinin, KH Sagaf Aljufri tampak hadir. Layaknya acara seremonial, atraksi seni pun ditampilkan. Ia duduk di bangku depan.  Semua acara diikutinya dengan seksama. Tiba-tiba KH Sagaf tampak tertegun menyaksikan gerak lincah anak-anak yang menggunakan kostum mencolok  kuning-hijau. Warna seragam kebesaran dengan logo matahari terbit itu, memang tampak mencolok.

Mereka adalah siswi Madrasah Ibtidaiyah (MI) Muhamadiyah Al-Haq Palu. Anak-anak itu dengan gerakan rancak, gesit, menabuh rebana  membawakan lagu berirama qasidah. Suara anak-anak itu terdengar sumbang. Koreografinya pun tak padu. Namun itu tak membuatnya terlihat terganggu.  Sekira 5 menit anak-anak ini berlenggak lenggok di panggung utama. Ia pu terus menikmatinya. Sesekali melempar senyum melihat anak-anak polos itu lupa gerakan koreografi.

Lalu pada kesempatan beriktnya, saat membawakan tausiyah, ia secara terbuka memuji penampilan anak-anak ini. ”Saya bangga dan senang ada anak-anak Muhamadiyah tampil di sini,” ucapnya sambil terus mengumbar senyum bahagia. Namun sayang, pernyataan ini tak muncul di media keesokan harinya. Pada kesempatan lainnya, saat pendiri Muhamadiyah Sulawesi Tengah, Rusdi Toana wafat – Sagaf Aljufri menjadi imam – ketika jenazah disalatkan di Mesjid Al-Haq, Jalan Suprapto 69 Palu.

Ketua Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Pendeta Jetrozon Rense, punya kesan mendalam dengan tokoh kharismatik ini. Rense mengaku beberapa kali bersua dengan almarhum di kantor pusat Alkhairaat Palu, Jalan Sis Aljufr, Palu Barat.

Dalam setiap bincang-bincangnya, KH Sagaf akunya, mengingatkan menjaga komunikasi antarsesama komponen bangsa. Bangsa ini dijahit dari perbedaan. Karenanya, komunikasi dan silaturahmi sesama warga bangsa harus terus dijaga. Rense mengulang kembali kenangannya dengan mantan Anggota MPR Utusan Golongan  ini.  KH Sagaf bilang, pada awal merintis Pendidikan Alkhairaat di Kota Palu, seorang pendeta ikut mengajar di sekolah Alkhairaat.  ”Saat pulang, saya langsung pelajari sejarah jemaat GKST di Kota Palu, ternyata yang dimaksud beliau itu adalah almarhum Bapak Pnt.P.K.Entoh,” tulis Rense dalam pesannya.

Menurut Rense, dalam setiap pertemuan dengan tokoh-tokoh GKST maupun tokoh agama lain, pengabdian guru kristen di sekolah Alkhairaat selalu diulanginya. Dari sana ia menangkap pesan, almarhum ingin menegaskan kepada umat bangsa ini, soal pentingnya menjaga dan menjalin komunikasi demi terciptanya kerukunan. Karena keberagaman adalah keniscayaan.  ”Kerukunan antarumat beragama di Kota Palu dan Sulawesi Tengah dan Indonesia, harus dijaga dan pelihara. Sebagai sesama saudara harus saling mengasihi,” tambah orang nomor satu di GKST ini, mengulangi pernyataan KH Sagaf di depan mereka.

Dalam setiap kesempatan diskusi di Gedung Pusat Alkhairaat  ia menangkap, ini adalah pesan spritual dari seorang sang tokoh. Seorang pahlawan dan teladan kehidupan bagi semua orang.  GKST secara lembaga maupun dirinya secara pribadi, bersyukur kepada Tuhan diberi kesempatan mengenal dan bekerja sama dengan almarhum.

”Kami harapkan peringatan 40 hari wafatnya tokoh besar Ketua Utama PB Alkhairaat berjalan sukses. Tuhan menghibur dan menguatkan semua kaum keluarga. Doa kami bersama dalam peringatan ini,” pungkas Rense dalam pesan singkatnya.

AKRAB – KH Sagaf menerima elit bangsa dari berbagai kelompok dan kepercayaan. Ia berpesan moral agama tidak boleh hilang dalam menata perjalanan bangsa ini. (foto: muhamad izfaldi)

BENIH ITU AKHIRNYA DITUAI

Pada 3 Agustus, 40 hari yang lalu, di pembaringannya, di ranjang Rumah Sakit Sis Aljufri, keluarga dan kerabat bersedih ditinggalkan. Mereka bersedih, karena pada rentang zaman yang panjang, di shaf yang sama, pada visi yang sama, di bahtera yang sama – Alkhairaat, bersama Almarhum bertekad membawa lembaga besar ini mencapai tujuan yang  dicita-citakan.

Terlalu banyak orang yang bersedih atas kepergiannya. Namun siapa yang tahu, diujung usianya, perasaannya mungkin tetap bungah. Benih yang disemainya sejak pertama kali  memegang kendali utama PB Alkairaat pada 1975, telah bersemi. Siap dituai. Anak didiknya kini bertebaran bahkan terus menyemai benih baru di tempat baru. Begitulah alkhairaat yang berarti kebaikan, terus menebar benih kebaikan untuk umat dan bangsa. Generasi abnaulkhairaat memegang tanggung jawab sejarah untuk meneruskan misi suci ini.

MENYIMAK INFORMASI – KH Sagaf Aljufri membaca rubrik Koran MAL, Koran yang didirikannya, kini berubah ke platform dari cetak ke digital. (foto: anjas kadri)

Hari ini genap 40 hari Ustad Sagaf meninggalkan umat yang dicintai dan mencintainya. Sebagai manusia ia tetap punya kekurangan. Namun tokoh besar ini sangat layak dikenang. Perjalanan hidupnya, mengajarkan kepada umat dan bangsa ini tentang ikhtiar serta sikap istiqamah yang harus solid kokoh dan solid, di atas akidah yang kuat, terus berikhtiar menuju terminal tujuan. Ia meniti jalan panjang dakwah sebagai jalan yang dipilih untuk mengentas umat dan bangsa besar ini.

Kini, ia telah pergi menemui penciptanya.  Pejabat, politisi dan rakyat jelata memanjatkan doa untuk Sang Guru dalam perjalanan menemui Rabbnya.

Tugas generasi selanjutnya adalah meneruskan jalan dakwah ini. Ustad Sagaf telah meletakkan pondasi yang kuat untuk perjuangan kedepan. Mulai hari ini, besok dan nanti, tanggungjawab itu beralih ke pundak  Anda semua – para abnaulkhairaat. Apakah hendak melanjutkannya, atau memilih mengabaikannya.

 

Selamat jalan guru kehidupan. Doa dari kami umatmu, senantiasa ada untukmu yang pergi menemui penciptamu – Rabbul Izzati.***

 

Penulis      : Amanda

Foto-Foto  : Muhammad Izfaldi, Anjas Kadri

  

PENDIDIKAN ISLAM ALKHAIRAAT

  • Sulawesi Tengah : 1.096 Madrasah/Sekolah

  • Sulawesi Utara : 135 Madrasah/Sekolah

  • Gorontalo : 61 Madrasah/Sekolah

  • Sulawesi Selatan : 7 Madrasah/Sekolah

  • Sulawesi Barat : 18 Madrasah/Sekolah

  • Sulawesi Tenggara : 3 Madrasah/Sekolah

  • Kalimantan Timur : 55 Madrasah/Sekolah

  • Maluku Utara dan Maluku : 162 Madrasah/Sekolah

  • Papua dan Papua Barat : 12 Madrasah/Sekolah

  • Kalimantan Selatan : 1 Madrasah/Sekolah

Jumlah : 1.550 Madrasah/Sekolah

 

PONDOK PESANTREN

  • Sulawesi Tengah : 16 Pondok Pesantren

  • Sulawesi Utara : 4 Pondok Pesantren

  • Gorontalo : 5 Pondok Pesantren

  • Sulawesi Tenggara : 1 Pondok Pesantren

Jumlah: 26 pondok pesantren

*Sumber: Bagian Data PB Alkhairaat 2014 – 2019

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: