Seni Budaya

Petani Keluhkan Pelayanan PPL dan Pupuk Subsidi

DINAMIS - Diskusi menyoal problem petani di Poso berlangsung di Dodoha, Tentena, Jumat 11 November 2022.

FESTIVAL Mosintuwu 2022, menghadirkan Staf Ahli Kementan RI, Erik Yessiah Tamalagi. Ia hadir sebagai narasumber pada diskusi dengan petani desa di Dodoha – Tentena Jumat 11 November 2022. Diskusi yang berlangsung dua jam lebih itu, dimanfaatkan oleh ibu-ibu untuk menanyakan kebijakan pemerintah di sektor pertanian. Mulai dari pupuk bersubsidi hingga petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Ada pula yang menyoroti kebijakan pemerintah soal budi daya tanaman porang atau durian dalam skala besar.

Mengantar diskusi, Direktur Mosintuwu Institut Nerlian Gogali bilang, ada problem mendasar mengapa Mosintuwu Institut merasa penting menghadirkan pejabat di sektor pertanian. Tak lain adalah, untuk mengurai kusutnya kebijakan di sektor pertanian, dimana 80 persen penduduk Indonesia berada di sektor ini. Khsusnya, terkait akses informasi dan akses kebijakan. Lalu petani lanjut Lian, perlu didorong menggunakan sumberdaya di sekitarnya. Soal pupuk misalnya. Pupuk organik tetap menjadi pilihan tinimbang merecoki petani dengan pupuk pabrik. ”Ini soal merawat tanah,” sahut Lian.

Erik hanya mengambil waktu beberapa menit dan membuka sesi dialog untuk mendengar problem terkini petani perempuan di Poso. Ibu Helpin Samoli (61) perempuan dari Desa Tiu, Kecamatan Pamona Tenggara, mengawali diskusi dengan menanyakan irigasi yang bermasalah. Hingga kebijakan pemerintah soal budidaya tanaman monokultur.


KRITIS – Ibu-ibu petani menanyakan kebijakan di sektor pertanian yang dinilai tak seindah antara kebijakan dan realitas

Penanya lainnya, Ibu Pristin dari Desa Didiri Kecamatan Pamona Timur. Ia menyoal pupuk bersubsidi yang sukar didapat. Kartu tani yang diyakini mempermudah petani mengakses pupuk bersubsidi, malah kata Kristin tak bisa digunakan. ”Sejak diterima, kartu tani saya tidak bisa digunakan. Jadi kartu ini sebenarnya untuk apa,” katanya dengan nada tinggi. Ibu Marin dari Desa Gintu Kecamatan Lore Selatan, menggugat pelayanan PPL yang dinilainya hanya melayani satu kelompok petani saja. Padahal, PPL adalah petugas yang harus melayani semua petani bukan pada kelompok tertentu saja.

Tak sampai disitu. Ibu Marin dengan ikat kepala adat melilit kepalanya, juga menyoal kebijakan tanaman monokultur. Kebijakan pemerintah menawarkan tanaman seperti porang, durian montong mestinya disudahi. Pernyataan ini Ibu Marin juga diamini oleh Ibu Helpin asal Desa Tiu. Sebelumnya, Ibu Martince Belaona ditemui usai menjadi orator di Karnaval Hasil Bumi, Rabu 9 November 2022, menolak keras konsep budidaya tanaman monokultur itu. Saat panen harga dimainkan yang rugi adalah petani. Demikian alasan Martince. Budidaya monokultur memutus budaya di kampung. Pasalnya, tanahnya sudah ditanami tanaman durian atau semacamnya. Lalu untuk memenuhi kebutuhan palawija, warga kampun terpaksa membeli dari kota yang kemungkinan dipupuk dengan bahan kimia dan disemprot dengan pestisida.

Menyadari pertanyaan yang mengemuka, dominan kewenangan Pemerintah Kabupaten Poso, Erik Tamalagi sontak menelpon pejabat di Dinas Pertanian Kabupaten Poso dan Dinas Provinsi Sulteng. Ia meminta managemen pupuk dan pelayanan PPL ditata agar keluhan-keluhan ibu-ibu petani bisa diatasi. Diakuinya, masalah PPL masih menjadi pekerjaan rumah besar. Terutama dengan luasan wilayah kerja dengan kondisi geografis. ”Karena itu saya mendorong para petani menjadi ‘PPL’ melalui pelatihan pelatihan daring yang dilakukan Kementan,” ungkap Erik. Ia setuju dengan pernyataan Lian Gogali, soal pupuk organik sudah harus menjadi pilihan. Informasinya tersedia melalui pelatihan daring. Sedangkan bahan-bahannya bisa dibuat sendiri dengan bahan bahan yang ada di desa. ”Akses pelatihan melalui daring ataupun melalui kanal youtub sekaligus menjawab soal akses informasi yang dikeluhkan diawal tadi,” tandas mantan jurnalis ini.

Erik mengaku memahami suasana kebatinan petani-petani perempuan di Poso.  Karena itu, ia menilai dialog tersebut sangat berarti bagi upaya menjaga ketahanan pangan di pedesaan. ”Respon Dinas Kabupaten dan Propinsi juga bagus setelah saya komunikasi dengan mereka,” Namun Erik menambahkan, ia akan terus memantau seperti apa tindaklanjut komunikasikanya dengan pejabat teknis untuk mengatasi masalah yang dihadapi petani di Poso. ***

Penulis   : Amanda
Foto        : Amanda

 

 

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: