TEMPAT rekreasi murah kini makin sulit ditemui. Sejumlah tempat wisata dikelola secara privat. Kawasan wisata berbayar yang mempertegas kelas sosial itu, tidak bisa diakses semua orang.
Maka pilihan satu-satunya adalah wisata pantai. Kawasan Pantai Talise yang mampu menampung ribuan orang memang selalu menjadi pilihan setiap akhir pekan. Selain tidak berbayar juga mudah diakses.
Namun kini, kawasan pantai di Teluk Palu tak lagi aman untuk dinikmati saban akhir pekan. Di sepanjang pantai, berjejer predator ganas. Siap memangsa sesiapapun yang mencoba main-main di kawasan itu.
Walau pantai tak lagi ramah, warga Palu masih punya pilihan lain. Wisata alam Kapopo. Wisata ini menawarkan udara bersih dan pemandangan Kota Palu yang eksotik. Kawasan yang berada di Desa Ngatabaru – Sigi berjarak sekitar 15 kilometer dan bisa ditempuh 20 – 25 menit dari pusat kota. Wisata alam yang berada di wilayah Tahura (Tanah Hutan Raya) menyediakan berbagai instalasi wahana outbond. Wahana yang didesain untuk wisata keluarga.
Namun bayangan untuk mendapatkan wisata murah di alam bebas lagi-lagi sulit didapat. Sejumlah wahana kini dibiarkan tak terurus. Bahkan terlihat tak berguna. Banyak bangunan ditumbuhi rumput liar, menandakan tempat ini tak lagi diurus secara serius. Sebuah bangunan dengan konstruksi terbuka tertulis mencolok green house. Di dalamnya ada tanaman yang dipelihara seadanya – tampak tak sanggup berkembang karena mediumnya diserobot tanaman liar. Bangunan dengan dominasi hijau bak kandang tua. Fungsinya sebagai sebagai bangunan yang memanipulasi cuaca, untuk terciptanya kondisi ideal suatu tumbuhan menjadi tak berguna sama sekali.
Wahana permainan anak juga tampak kusam. Beberapa di antaranya mulai kaku dimakan korosi. Ada jembatan jaring yang masih berfungsi baik. Namun menggunakannya perlu hati-hati. Tumbuhan liar yang mencuat tak beraturan membuat wahana outbond yang satu ini tidak bisa dinikmati dengan baik. Wahana lainnya nasibnya sama. Di sebuah bangunan dengan atap kawat jaring – menurut warga setempat pernah dihuni kera. Kini keranya Raib. Diganti semak belukar dan sampah.
Walau demikian masih ada fasilitas yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, jalur tracking. Lebarnya sekira satu meter. Itupun rumput liar tumbuh bebas di atasnya. Menandakan kawasan ini jarang dijamah. Dari kejauhan dua menara pengamatan burung – tampak menjulang oleng diterpa angin. Menurut Direktur ROA Indo Komunika, Abal Subarkah yang kerap berada di kawasan ini, dua menara itu masih berfungsi baik. Saat meninjau menara dengan tinggi sekira 10 meter itu, tak ada yang berani naik. Di sana sini besi penyanggah tampak digerogoti karat.
Tidak seperti wahana outbond yang terlihat tak terawat. Bangunan di dalam kawasan yang dikelilingi pagar tampak terawat baik. Lampu yang menyala 1 x 24 jam. Air bersih tersedia serta MCK yang berfungsi dengan baik. Bangunan-bangunan dengan ruang terbuka selalu ramai. Pada akhir pekan selalu ada yang menggunakannya. Tak jauh dari situ, bangunan musholla masih terlihat masih berfungsi baik. Pagi itu, komunitas sepeda gunung, tampak mengepel lantai dan membersihkan halaman musholla cokelat muda itu.
Aset yang tak terawat memantik inisiatif banyak pihak. Salah satunya adalah ROA Indo Komunika. Sebuah organ dibawa Relawan Orang dan Alam (ROA) sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang kemanusiaan dan lingkungan. ROA Indo Komunika bermaksud mengajukan kerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng – sebagai pengelola Tahura. ROA Indo Komunika bermaksud menata kawasan ini, tak sekadar sebagai wisata alam. Namun menjadi wahana edukasi bagi siswa sekolah di Kota Palu untuk belajar lingkungan dan vegetasi.
Abal Subarkah dari ROA Indo Komunika bilang, pihaknya akan mengelola jasa wisata dengan mengembangkan potensi dengan skema kolaboratif. Antara antara pemerintah selaku pemegang kawasan dan melibatkan masyarakat sekitar untuk turut terlibat dalam mengembangkan usaha produktif.
Subarkah melanjutkan, panorama alam yang ditawarkan alam Kapopo itu, adalah paduan antara keindahan alam dan ekosistem yang beragam. Dengan topografi dataran, gunung dan bukit serta elevasi 10 – 70 persen kawasan ini disebutnya ideal bagi pencinta wisata alam.
Bagi siswa kawasan ini tetap menarik. Di dalamnya ada pohon kayu hitam yang dlindungi (diospyros celebica). Angsana (pterocarpisindicius), nyatoh (palagium sp) dan cendana (santalum album). Terdapat pula satwa alam, seperti tekukur hutan, kakak tua jambul kuning maupun biawak (varanus salvator). ”Wisata alam Kapopo bisa menjadi laboratorium alam yang mempunyai nilai edukasi tinggi,” tambahnya.
Kepala Pengelola Tahura Dinas Kehutanan Sulteng, – Bambang mengaku pandemi Covid-19 yang terjadi awal 2020 membuat alokasi pembiayaan wahana di Tahura menjadi terhambat. Munculnya, tawaran kerjasama dari pihak ketiga, menurut dia adalah tawaran yang perlu dipertimbangkan.
Ide ROA Indo Komnunika membenahi managemen pengelolaah wisata alam Kapopo menjadi penting. Setidaknya upaya ini membantu pemerintah untuk tidak terus menerus memperpanjang daftar aset yang mangkrak akibat berbagai problem teknis birokrasi.***
Penulis : Amanda
Foto-Foto : Amanda