SEDIKITNYA 60 penambang pasir yang kehilangan pekerjaan setelah lokasi tambangnya kini dikuasai perusahaan PLTA Poso Energy terus menagih janji perusahaan milik Kalla Group itu. Sejumlah warga Desa Saojo, Kecamatan Pamona Utara – Poso, saat ini kehilangan pekerjaan karena lokasi penambangan pasir sebagai mata pencaharian utama tidak bisa lagi diakses.
Selasa 13 September 2022, lalu, Bens Yans Mongan salah satu warga Saojo yang getol memperjuangkan nasib 60 rekannya, mengajak wartawan dari media cetak, online dan TV nasional untuk melihat lokasi pengambilan pasir yang kini dikuasai PT Poso Energy itu. ‘’Kami ambil pasir di sekitar ini,’’ ujarnya sambil menunjuk kawasan yang dipenuhi kapal motior kecil dan barak pekerja itu.
Mongan mengatakan, usaha penambangan sudah berlangsung sejak lama. Kemudian pada 2007 mereka dijanjikan oleh perusahaan bahwa para penambang pasir, akan direkrut menjadi tenaga kerja. ‘’Tahun 2007 perusahaan bikin janji, nanti pada 2015 kami akan jadi karyawan di perusahaan. Sampai sekarang janji tidak ada,’’ kesalnya.
Sebenarnya, lanjut Mongan lagi, saat perusahaan menjanjikan itu, kepala desa Saojo terdahulu yang sudah meninggal meminta surat pernyataan jaminan dari perusahaan. Bahwa warga penambang pasir benar-benar akan direkrut sebagai tenaga kerja. Namun pihak perusahaan mengatakan, bahwa perusahaan ini adalah milik 02 (sebutan untuk posisi wapres). Saat itu, Jusuf Kalla masih menjabat Wakil Presiden bersama Susilo Bambang Yudhoyono. Petinggi PT Poso Energy saat itu katanya, menegaskan tidak mungkin 02 membohongi masyarakat. ‘’Dengan alasan itu almarhum kades percaya. Kenyataannya sampai hari ini tidak ada,’’ ucap Mongan.
Selain soal ingkar janji PT Poso Energy, Mongan menyoal pula jalan desa yang kini sudah dikuasai oleh perusahaan. Jalan sepanjang 70 meter adalah jalan desa yang dibuat untuk membuka akses ke kawasan tambang pasir. Kini, jalan tersebut sudah diklaim oleh PT Poso Energy sebagai miliknya. Padahal jalan tersebut, katanya digunakan warga untuk menuju kebun. ‘’Ada surat perjanjiannya, PE hanya pinjam tapi ternyata sudah diklaim. Saya juga tidak tau bagimana ceritanya,’’ katanya.
Deretan masalah antara perusahaan listrik dengan warga Saojo tak hanya soal, tambang pasir yang hilang dan jalan desa yang raib. Tapi juga ada pagar sogili serta karamba yang masih bermasalah karena proses ganti rugi yang tak kunjung menemukan titik temu.
Ganti rugi, pihak Poso Energy menyebutnya sebagai kompensasi, menurut Mongan dihitung berdasarkan pendapatan mereka selama menambang, usaha karamba maupun hasil dari pagar sogili.
Pihak perusahaan katanya menawarkan Rp1,5 juta per orang. Sementara yang warga minta adalah Rp6 miliar per tim. Selain menawarkan Rp1,5 juta, perusahaan berjanji memberikan modal usaha sesuai permintaan warga setempat. Seperti usaha bengkel dan alat-alat pertanian. ‘’Kami belum mau terima. Karamba saja yang sudah dibayar. Kami ingin dihargai secara layak,’’ katanya .
Kepala Desa Saojo, Harkius Landusa kepada wartawan, Selasa 13 september 2022, mengatakan, di desanya ada 37 penambang pasir, 14 usaha karamba dan 20 pagar sogili atau waya masapi yang terdampak perusahaan PLTA. Dari tiga jenis usaha tersebut, karamba sudah menerima kompensasi sebesar Rp1,5 juta/orang. Sisanya, waya masapi dan penambang pasir menolak kompensasi karena dinilai terlalu kecil.
Dikatakannya, jika kompensasi dibayarkan tuntas maka tidak ada lagi tiga jenis usaha tersebut di sungai Poso khususnya di sepanjang wilayah Saojo. Walaupun tidak ada perjanjian antara pihak desa, warga dan perusahaan.
Menanggapi keluhan penambang, Irma Suryani Manager Lingkungan dan CSR PT Poso Energy mengatakan, Saojo banyak tebing curam dan tidak memungkinkan bagi warga untuk menambang pasir. Walau demikian, pihaknya tetap melakukan dialog persuasif. ‘’Masih ada warga yang berkeras dengan tawaran masing-masing,’’ jelas Irma pada diskusi zoom, Rabu 14 September 2022. Menurut dia, pihaknya berusaha membayar kompensasi namun masih ada yang bertahan dengan nilai yang di luar logika.
Soal janji mempekerjakan para penambang pasir, Irma mengatakan, dalam pekerjaan konstruksi yang membutuhkan banyak tenaga kerja, perusahaan akan melibatkan warga. Namun saat perusahaan sudah beroperasi, maka yang dibutuhkan harus sesuai keahlian. ***
Penulis : Amanda
Foto-foto : Amanda