WAKIL Ketua Badan Anggaran yang juga Anggota Komisi XI DPR RI, H. Muhidin M Said, memberikan proyeksi, bahwa ekonomi Sulteng pada 2025, akan tumbuh signifikan. Optimisme itu disampaikannya saat tampil menjadi keynote speaker, pada Dialog Prospek Ekonomi Sulteng yang berlangsung di Sriti Covention Hall, Senin 13 Januari 2025.
Optimisime itu dipicu oleh nikel dan produk turunannya yang merupakan komoditas ekspor Sulteng mencapai lebih dari 50 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut dia, dengan proyeksi ini, pertumbuhan ekonomi Sulteng diperkirakan akan kembali menembus dua digit pada 2025.
Selanjutnya ia mengatakan, berdasarkan proyeks Bank Dunia, harga nikel akan meningkat 3 persen pada 2025, dan 6 persen pada 2026. Disamping itu, Pemerintah berencana memberlakukan kuota produksi nikel untuk menghindari oversupplay dan meningkatkan level harga di pasar global pada 2025.
Masih menurut Muhidin, selain naiknya harga nikel, pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun 2025, juga akan ditopang oleh kenaikan dana transfer daerah (TKD). Tahun ini, dana TKD Pemprov Sulteng dan 13 kabupaten/kota mencapai Rp18, 7 triliun.
”Pada beberapa tahun terakhir, ekonomi Sulteng tumbuh konsisten di atas rata-rata nasional. Bahkan masuk tiga besar bersama Maluku dan Papua. Ini tidak terlepas dari status kita sebagai sentra hilirisasi nasional serta penyangga Ibu Kota Nusantara,” ujar Muhidin.
Lebih jauh ia mengatakan, sebagai penyanggah IKN, dua sektor kini telah tumbuh signifikan di Sulteng. Yakni, pertambangan, penggalian dan perkebunan semusim. Ia menyebut, pada 2023 sektor galian tumbuh 16,32 persen. Sedangkan sektor perkebunan semusim tumbuh 180,4 persen yakni sebagai pemasok kebutuhan IKN.
”Dalam konteks IKN, perkebunan tahunan dan peternakan potensial untuk dikembangkan. Pemerintah kabupaten/kota dapat memberikan insentif untuk mendorong pertumbuhannya,” imbaunya.
TANTANGAN TAHUN 2025
Proyeksi pertumbuhan tersebut ungkap mantan Ketua KADIN Sulteng itu, bukannya tidak mempunyai tantangan. Dari sisi internal, booming investasi di Sulteng, berhasil meningkatkan pendapatan perkapita dari Rp63,7 juta pada 2020 menjadi Rp112,4 juta padaa 2023. Ini mengindikasikan pemerataan yang rendah karena adanya gap antara kualitas SDM dan kebutuhan industri.
Dari sisi eksternal ungkapnya, Tiongkok sebagai sumber investasi sekaligus tujuan ekspor, mencapai 45 persen dari total ekspor Sulteng. Dari sisi komoditas sebut Muhidin, nikel dan turunannya sangat dominan mencapai 50 persen dari total ekspor. Tingginya dominasi Tiongkok menimbulkan ketergantungan yang sangat rentan terhadap dinamika geopolitik, khususnya yang menyebabkan perlambatan ekonomi di negara itu.
Maka ia menyarankan, untuk menghadapi tantangan eksternal tersebut, diperlukan diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan salah satu jenis komoditi. ”Selain diversifikasi ekonomi saya kira perlu ditunjang infrastruktur yang memadai. Pemda perlu bangun sinergi dengan Pusat. Apa lagi, PAD Sulteng masih relatif rendah, dan masih bergantung pada dana transfer pusat,” ujar Muhidin mengingatkan.
LAHIRKAN 10 REKOMENDASI
Dialog Prospek Ekonomi Sulteng 2025, kolaborasi beberapa lembaga, di antaranya, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Sulteng, Bank Indonesia, OJK Sulteng dan Ditjen Perbendaraan Sulteng menghadirkan sejumlah pembicara antara lain, Yuni Wibawa Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Sulteng, Rony Hartawan Kaper BI Sulteng, Bonny Hardi Putra, Kepala OJK Sulteng dan Patta Tope – akademisi dari Universitas Tadulako. Muhidin sebagai keynote speaker dalam dialog yang berlangsung setengah hari itu.
Kepala OJK Sulteng, Bonny Hardi Putra mengatakan, struktur perekonomian Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) didominasi Sulsel 31,72 persen, Sulteng, 16,78 persen dan Papua 15,33 persen. Dengan total share 63,84 persen dari PDRB Sulampua. Menurut dia, terdapat dua wilayah dengan share yang meningkat dalam 14 tahun terakhir ini, yaitu Sulteng dan Maluku Utara.
Dalam 14 tahun terakhir, share industri pengolahan Sulampua naik 6,59 persen atau tumbuh 181,53 persen. Sementara, pertambangan dan pertanian mengalami delusi.
Pembicara lainnya, Rony Hartawan Kaper BI Sulteng menyorot tentang prospek ekonomi dunia yang melambat karena ketidakpastian global. Karena itu, ia merekomendasikan perlunya sinergi untuk menjaga stabilitas sekaligus mendorong transformasi ekonomi.
Sementara Yuni Wibawa Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Sulteng mengatakan, bahwa transfer ke daerah dimaksudkan untuk mendukung kesuksesan belanja daerah. Karena itu menurut dia pengelolaan fiskal yang terukur dan tepat sasaran menjadi kunci utama dalam mendukung pembangunan di Sulteng.
Selain itu, kebijakan TKD 2025 adalah harmoni antara pusat dan daerah. Termasuk mendorong terwujudnya kemandirian daerah.
Sementara akademisi Universitas Tadulako Patta Tope menekankan agar perlunya ekonomi Sulteng dan pembangunan yang berkeadilan. Ia mempertanyakan fakta tentang smelter nikel yang menciptakan nilai tambah tinggi tetapi hasilnya entah dinikmati oleh siapa.
Ia menyoroti lima hal yang menjadi nilai tambah dalam industri smelter nikel. Yakni, upah pekerja yang banyak dinikmati oleh tenaga kerja lokal. Kemudian, gaji yang dinikmati oleh tenaga kerja asing serta pendapat bunga yang digondol oleh bank asing. Selanjutnya, mantan Kepala Bappeda Sulteng ini menambahkan, keuntungannya banyak dinikmati oleh pengusaha asing.
Ketua Panitia Muzakir Tombolotutu, menjelaskan dialog tentang prospek ekonomi ini dimaksudkan untuk melihat dari dekat proyeksi ekonomi Sulteng pada tahun 2025. Hasil dialog akan melahirkan rekomendasi yang serahkan kepada Pemprov Sulteng. Pihaknya mengundang akademisi, birokrat dan anggota dewan untuk urun rembug, memetakan peluang dan tantangan ekonomi yang akan dihadapi sekaligus menentukan langkah-langkah yang akan diambil.
Dialog yang dihadiri oleh akademisi, birokrat, pengusaha dan kalangan perbankan melahirkan 10 rekomendasi yang akan diserahkan kepada Pemprov Sulteng, sebagai masukan untuk pembangunan ekonomi pada tahun 2025. ***
Penulis & foto: Yardin Hasan