DI Kecamatan Rio Pakava warga dari empat desa, yaitu Desa Toviora, Polanto Jaya, Minti Makmur dan Panca Mukti melakukan panen kelapa sawit secara massal. Panen massal ini diikuti oleh sekitar seratus orang dan berlangsung serentak, pada Minggu 2 November 2025.
Panen difokuskan pada lahan kelapa sawit yang terletak di tiga desa, yakni Toviora, Minti Makmur dan Polanto Jaya. Selama ini lahan tersebut diklaim sebagai Lahan II transmigrasi Polanto Jaya. Namun di sisi lain, PT Lestari Tanah Teladan (PT LTT) mengajukan klaim yang sama. Bahwa lahan tersebut termasuk dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan.
Menurut Kepala Desa Minti Makmur, Kasmudin, yang dikutip oleh Supriansyah, seorang warga Desa Toviora, panen kelapa sawit massal kali ini merupakan yang pertama bagi warga sejak lahan tersebut dikuasai oleh PT LTT, anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Tbk, sekitar 24 tahun lalu.
Supriansyah menambahkan, saat warga hendak memasuki lahan sawit, sempat terjadi negosiasi dengan pihak perusahaan. Dalam negosiasi itu, kedua belah pihak sepakat untuk sama-sama panen sawit, tidak saling mengganggu antara karyawan perusahaan dan warga.
Setelah kesepakatan tercapai, warga pun diberi akses masuk ke lahan.Namun, begitu berhasil memasuki area panen, warga justru diblokir oleh dua unit kendaraan milik perusahaan, yaitu sebuah mobil Avanza dan pikap kabin ganda. “Dari situ, situasi mulai ricuh,” ungkap Supriansyah, masih mengutip keterangan Kasmudin.
Akibatnya, kedua belah pihak digiring ke Polsek Rio Pakava untuk dilanjutkan negosiasi. Sayangnya, upaya mediasi itu berjalan buntu karena syarat yang diajukan perusahaan tidak diterima warga. Perusahaan menuntut agar mobil yang didorong ke jurang sebagai akibat keributan dan buah sawit yang telah dipanen menjadi barang bukti. Warga, menurut Supriansyah, menolak keras tuntutan tersebut dan memilih membawa pulang hasil panen ke rumah masing-masing.
Bupati Donggala Vera Laruni Diminta Bersikap Adil
Warga dari lima desa di Kecamatan Rio Pakava yang kemungkinan bakal dilaporkan ke polisi kini memohon kepada Bupati Donggala, Vera Laruni, untuk bersikap adil dalam menangani kasus ini. “Jangan hanya laporan dari perusahaan yang diperhatikan. Kita yang sudah berjuang selama 20 tahun ini justru tidak didengar,” ungkap seorang warga Desa Toviora yang enggan disebut namanya.
Menurutnya, aksi panen massal kelapa sawit oleh warga kelima desa tersebut merupakan puncak dari ketidaksabaran mereka terhadap kelalaian pemerintah daerah dalam merespons tuntutan hak lahan. Ia menyoroti pertemuan antara warga Desa Toviora dan perwakilan PT LTT yang difasilitasi Pemkab Donggala pada 27 Oktober 2025.
Dalam pertemuan itu, pihak perusahaan tetap berkeras bahwa tidak ada hak warga yang dilanggar.Sementara itu, dua pertanyaan yang diajukan kepada dua pejabat humas PT Astra Agro Lestari terkait insiden panen massal tersebut hingga kini belum mendapat respons.
Dalam waktu dekat ini, Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid bersama Satgas Penyelesaian Konflik Agraria berencana mengundang pihak perusahaan untuk membahas konflik lahan ini, termasuk merespons peristiwa keributan yang terjadi pada akhir pekan lalu. Pertemuan tersebut menjadi yang kesekian kalinya, namun hingga kini kedua belah pihak masih belum menemukan titik temu mengenai klaim lahan yang menjadi sumber perselisihan panjang.
Polres Donggala Tidak Turunkan Pasukan
Di tengah ketegangan itu, Polres Donggala memilih tak mengerahkan pasukan. Seorang sumber di sana yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa pihaknya tak mendapat pemberitahuan sebelumnya soal aksi warga. “Kalau ada info, kami pasti amankan,” ujarnya.
Perwira pertama Polres Donggala menambahkan bahwa penegakan hukum akan dijalankan sesuai instruksi Wakapolri, sebagai tindak lanjut perintah Presiden Prabowo Subianto. Prinsipnya tegas. Tidak boleh kriminalisasi rakyat kecil, tidak mencari-cari kesalahan atau membuat kasus untuk menjatuhkan pihak tertentu serta penegakan hukum yang bebas politik dan kepentingan pribadi.
Polisi harus hindari sikap “tajam ke bawah, tumpul ke atas”, keras pada rakyat kecil tapi lembek pada yang berkuasa. Termasuk memberikan prioritaskan perlindungan bagi masyarakat dengan menjadikan diri sebagai pelindung, bukan sumber ketakutan. ***
Penulis: tim
Bagikan ini:
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
- Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru) LinkedIn
- Klik untuk berbagi pada Pinterest(Membuka di jendela yang baru) Pinterest
- Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru) Cetak




