Seni Budaya

Culture Project Menuju Panggung Megah Java Jazz 2022

PERSIAPAN MENUJU PANGGUNG MEGAH - Konferensi pers menuju Panggung Megah Java Jazz 2022, sambil membawakan beberapa lagu yang bakal dibawakan di JJF 2022, Ahad 23 Mei 2022

”INI adalah peristiwa kebudayaan,” ucap Neni Muhidin – moderator konferensi pers bertitel, Culture Project Menuju Panggung Megah Java Jazz 2022 di Raego Cafe, Ahad 23 Mei 2022.

Neni menyambung, mestinya bukan Culture Project yang bangga. Tapi Java Jazz yang bangga, Culture Project menjadi partisipannya. Tidak ada yang membantah pernyataan lugas sang moderator itu.

Seseorang lagi menimpali. Ini adalah milestone musik tidak saja bagi Culture Project tapi masyarakat musik di Sulawesi Tengah.

Tidak ada juga yang menyanggah pernyataan ini. Mereka tampaknya setuju. Aplaus dan teriakan dukungan dari sudut-sudut ruang, mengindikasikan itu.

Konferensi pers Culture Project menuju panggung megah Java Jazz 2022 diisi dengan demo lagu yang bakal dibawa oleh Umariyadi Tangkilisan dan kawan-kawan. Beribu asa disematkan kepada personel Culture Project. Tidak saja oleh mereka yang melek musik. Kalangan awam pun menggaungkan harapan tinggi kepada kelompok musik ini. Entah yang memaknai sebagai peristiwa kebudayaan atau sebagai milestone musik atau entah harapan apa lagi.

Namun seperti yang dikemukakan Ilo Larekeng saat membuka sesi konferensi pers, kebanggaan masyarakat musik di Sulteng terhadap musisi yang menasbihkan diri di jalur folk progesive ini akan dibayar tuntas dengan penampilan terbaik di fesival besutan pengusaha Peter F Gontha ini. Setidaknya itu juga diamini para personelnya pada malam itu.

Zhul Usman sang vokalis bilang, mereka bisa mengakses di festival bertaraf dunia itu, kuncinya adalah jejaring yang kuat ditopang karya yang bagus. Hilwa Humayrah Manager Culture Project menimpali, Adi Tangkilisan dkk, bakal tampil di Gazebo Stage 27 Mei 2022, selama 60 menit dengan persiapan 7 hingga 10 lagu. Usai helatan Java Jazz – band yang digawangi Zhul Usman (vocal), Umariyadi Tangkilisan (gitar/vocal), Ayub Lapangandong (bas/vokal) dan Riyan Fauzi Azhari (gitar/synthesizer/vokal, bakal tampil di beberapa tempat di Jakarta.

 

MEMBAWA MISI DAMAI

Memilih folk frogresive, grup ini memaknai musikalitas mereka tak sekadar alunan nada atau bebunyian pengiring lirik pengantar tidur. Musik adalah sebuah idealisme. Musik adalah instrumen untuk menyampaikan bahkan memperjuangan sebuah nilai atau ideologi.

Lagu berjudul matahari – adalah gambaran nilai dan idealisme yang diusung para personilnya. Video klip ini tak semata mengeksploitasi keelokan ceruk alam Behoa – tempat dimana video ini dibuat. Pembesut video, Sarah Adilah berusaha tidak menggunakan energi listrik. Energi disuplai dari panel surya. Komitmen ini adalah bentuk perlawanan mereka terhadap energi kotor yang membuat kolong langit sesak oleh polusi. Simak saja lirik lagu Siklus, Porelea, Dunia Untuk Berbagi, Nakuya, Idealis dan Matahari serta album kompilas-Paluberbagi (2016), lirik-liriknya teramat kuat dan menggugah kesadaran pendengarnya. Pada Dunia Untuk Berbagi, liriknya tak hanya menginspirasi tapi juga mampu menggerakkan. Tak heran jika lagu ini menjadi theme song video new normal destinasi wisata dan paralayang (2020).

Salah satu frontman, Culture Project Umariyadi Tangkilisan dengan semangat aktivis yang menguratakar sejak mahasiswa, mengaku, kehadiran dirinya dan kawan-kawannya di atas gemerlap panggung Java Jazz adalah membawa misi damai. Misi itu tak cukup hanya tercermin dalam bait-bait lagu mereka. Ia juga ingin speak up – tentang Sulawesi Tengah yang kadung distigma sebagai wilayah yang tidak aman dan seolah pantas dijauhi. ”Baru-baru ini, Sulteng mendapat travel warning. Sebagai seniman kami merasa perlu untuk melawan stigma itu,” curhatnya kepada wartawan.

Kegundahan Adi Tangkilisan adalah ejawantah aliran pengusung folk frogressive. Di Amerika, aliran ini dimotori oleh sejumlah musisi terkemuka. Tokoh-tokoh kunci dalam perkembangan kaum progresif di Amerika salah satunya adalah Pete Seeger. Tokoh ini ikut memengaruhi musisi papan atas seperti Bob Dylan dan Joan Baez pada 1960-an. Joan Baez baru-baru ini – tepatnya tahun 2020 diganjar oleh pemerintah Amerika dengan Penghargaan Kennedy Center Honors atas dedikasi dan sumbangsihnya terhadap budaya kontemporer di Amerika.

Melihat jejak perjalanan kelompok musik ini plus rekam jejak para personilnya – maka kita berkesimpulan yang mudah-mudahan tidak salah. Bahwa pilihan mereka bermusik tak sekadar ”membunuh” waktu. Atau ajang ngumpul menggibah pemain di industri musik Indonesia. Namun mereka dengan kesadarannya memilih musik sebagai jalan pedang memperjuangkan nilai-nilai universal. Kesetaraan, keberagaman, HAM dan isu-isu kemanusiaan maupun ketimpangan hidup akibat sosial politik yang salah urus. ***

Penulis     : Amanda
Foto-foto  : Amanda

 

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan