Lingkungan

Bagaimana Populasi Sidat di Danau Poso Pasca Kehadiran PLTA?

BUDIDAYA SIDAT – Kurniawan Bandjolu (baju hitam) bekerjasama dengan BRIN bekerjasama dan APDP sedang melakukan penelitian soal efektivitas budidaya sidat – pasca PLTA Poso yang diprediksi akan mengganggu populasi sidat di Danau Poso

KEHADIRAN perusahaan padat modal yang mengeksploitasi sumber daya alam di suatu kawasan, selalu melahirkan problem sosial yang rumit. Mulai konflik dengan warga, perubahan bentang alam, mengubah tatanan budaya hingga kerusakan habitat.

PT Poso Energy yang menghasilkan ratusan mega watt di Sungai Poso disebut  ikut berkontribusi terhadap perubahan biota di Danau Poso. Salah satunya adalah sidat. Peneliti muda dari Mosintuwu,   Kurniawan Bandjolu, mengurai, di dunia ditemukan setidaknya, 18 spesies sidat di dunia.  9 di antaranya ada di Indonesia. Dan 5 spesies di antaranya ditemukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Poso. Kelima spesises itu antara lain, anguilla marmorata, Anguilla bicolor pasifica, anguilla celebensis, anguilla borneensis, dan anguilla interioris. Anguilla marmorata sebut Eko Bandjoli adalah yang paling dominan. Dapat mencapai 80 persen dari total hasil tangkapan alam di Poso.

Keberadaan sidat  bagi warga Poso telah menjadi mata pencaharian utama.  Baik dengan cara memerangkap dengan rumah sogili atau Waya Masapi maupun dengan  berburu lepas di atas permukaan air. Oleh warga setempat tradisi ini, sebut monyilo. Dua tradisi yang sudah berlangsung lama itu mampu menjaga populasi sidat terus terjaga karena tidak ada yang menggunakan racun tuba atau bom.

Fredrik Kalengke (53)  penangkap sidat dengan Waya Masapi adalah  generasi ketiga yang sukses menyekolahkan anak-anaknya  hingga kuliah di jurusan Teknik Elektro. Nelayan lainnya,  Yusuf Manarang (48) nelayan Toponyilo mengatakan pendapatannya dalam satu musim sidat pernah mencapai 60 juta rupiah. Ia mengaku  hidup dan menghidupi keluarga dari hasil danau.

Baik Fredi maupun Yusuf, mengaku pendapatan saat ini menurun drastic. Aktivitas pengerukan mengganggu nelayan karena lampu kapal pengeruk sangat terang. Sidat jadi bersembunyi di tempat yang lebih dalam karena yang sudah dikeruk untuk kepentingan korporasi.

Eko mengatakan kehadiran PLTA Poso telah meminggirkan sekaligus mengurangi perajin Waya Masapi di mulut Sungai Poso. Fakta teranyar, jumlah Waya Masapi yang menurun drastis. Dari total 30-an, kini tinggal 4 buah yang bertahan. Sisanya, telah dibongkar dan diberi kompensasi untuk kelancaran proses pengerukan Danau Poso, sepanjang 12,8 kilometer untuk memenuhi debit air dalam kapasitas tertentu.

CATAT PROGRESS – Ratusan anak sidat dibudidayakan. Budidaya ini adalah bagian dari penelitian pengembangan sidat dari spesies Anguilla marmorata di Danau Poso

Dikatakannya, dengan bendungan yang sudah dibangun saat ini, pun dipastikan dalam jangka panjang akan memengaruhi tak hanya populasi sidat tapi juga biota lainnya di danau purba itu.

Mengutip penelitian Sarnita tahun 1973, estimasi produksi sidat di Danau Poso pada tahun 1970 mencapai 22 ton per tahun. Ini didasarkan pada alat tangkap yang terpasang di Sungai Poso. Produks sidat pada tahun 1980 sebesar 41,5 ton dan tahun 1998 sebesar 30,5 ton.

Sementara hasil penelitian tahun 2004-2005 menunjukkan bahwa hasil tangkapan sidat di Danau Poso diperkirakan sekitar 22-54 ton per tahun atau sekitar 40 persen dari rata-rata hasil tangkapan total ikan di danau tersebut.

Menurut Husnah dkk, 2008, produksi sidat pada tahun 1990 mencapai 41,5 ton,  sementara pada tahun 1998 sekitar 30,5 ton (Laporan Dinas Perikanan DT II Poso; Tidak dipublikasikan).  Masih menuut Eko, selanjutnya produksi sidat pada tahun 2006 mencapai 9,1 ton yang merupakan 51 persen dari hasil produksi total perikanan di perairan Danau Poso menurut data KCD Perikanan, Kecamatan Pamona, 2006.

Sebagai warga Tentena yang concern terhadap keberlangsungan habitat di alam Danau Poso, kehadiran industri yang ekspansif sangat menggelisahkannya.  Migrasi sidat ke laut untuk berkembang biak lalu kembai lagi ke danau dengan menyusuri kelokan sungai, dipastikan terganggu dengan infrastruktur yang membentang di tengah sungai.

Saat ini bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang melakukan penelitian sidat di Sungai Poso. Penelitian itu mengetahui kemungkinan uji restocking sidat untuk kontinuitas produktivitas sidat bagi ketahanan pangan setempat. Kehadiran bendungan di Sungai Poso – diprediksi akan mengganggu migrasi jutaan ekor sidat dari hulu ke hilir. Pun sebaliknya.

Triyanto, salah satu peneliti dari Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air BRIN, mengatakan pada tahun 2021 ada sekitar 60 juta glass eel atau sidat kaca – di muara Sungai Poso yang akan naik ke Sungai Poso dan juga ke Danau sehingga perlu dilakukan pembesaran di BBI Pandiri yang ditargetkan bisa 100 ribu ekor per tahun untuk  menebarkan kembali (restocking) di Danau Poso.

Soal kemungkinan PT Poso Energy, membuat tangga ikan alias (fish way) menurut Eko tidak efektif. Ia mengutip pendapat,  Krismono Peneliti Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan, fasilitas fish way yang dibuat untuk memberi akses sidat dari hilir ke hulu, masih perlu dipertanyakan keefektifannya.

Masih menurut Eko, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia melihat permasalahan tentang sidat di Indonesia perlu penanganan khusus untuk menjaga kelangsungan kelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan sehingga menerbitkan beberapa serulasi antara lain panduan teknis sidat  (anguilla spp.) Melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 7 Tahun 2021 dan panduan teknis penangkapan dan penanganan Ikan Sidat (Anguilla spp.) pada stadium glass eel melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 8 Tahun 2021.

Manajer Lingkungan dan CSR PT Poso Energy, Irma Suryani pada zoom meeting dengan wartawan Rabu 14 September 2022, membantah kelangkaan sidat di Danau Poso. ‘’Teman-teman wartawan kalau butuh sogili hari ini bisa didapat,’’ katanya tersenyum. Ia memastikan pengerukan tidak akan mengganggu populasi sidat di Danau Poso.

Tak hanya para toponyilo atau pemilik Waya Masapi – para peneliti pun mulai mengkhawatirkan kehadiran infrastruktur di Sungai Poso – akan memengaruhi populasi sidat dalam jangka panjang.

Mereka serempak bertanya, bagaimana nasib Sidat di Danau Poso Pasca Kehadiran PLTA? ***

Penulis    : Amanda
Foto-foto : Amanda

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: