SAYA ingin menyiapkan jalan pulang saya. Sebuah pernyataan yang dalam. Pernyataan yang keluar dari lubuk hati terdalam. Statemen bernuansa kepasrahan dan ketidakberdayaan dari seorang bernama Rusdi Mastura. Pernyataan totalitas kepada dzat yang agung, Tuhan semesta alam, Allah SWT, pemilik segalanya.
Pernyataan berdimensi ideologis itu disampaikannya di depan peserta Tim Transisi Gubernur Terpilih, 1 Februari 2021 lalu di Palu. Saat itu ia menyampaikan pokok-pokok kebijakan yang dijalankannya, setelah resmi menyandang Gubernur Sulteng ke-13, hari ini, Rabu 16 Juni 2021 di Jakarta.
Kepada publik Cudi ingin mengirim pesan, bahwa keterpilihannya di ajang Pilkada Gubernur 9 Desember 2020 lalu, sama sekali bukan untuk ambisi pribadi. Ia hanya ingin berbuat yang sebaik-baik dan semampu mampunya bagi rakyat Sulteng. Ia merasa dirinya mempunyai gagasan tentang bagaimana membangun Sulteng dengan kekayaan yang melimpah. Namun rakyat miskin masih tersebar di sudut sudut hingga pelosok daerah ini.
Setidaknya, jika gagasan yang lama terpendam dalam benaknya mampu mengangkat harkat dan kehormatan kesejahteraan rakyat Sulteng – maka itulah bekal hidup yang kelak dibawanya untuk kembali menuju jalan pulang ke haribaan Ilahi Rabbi. ”Saya ingin menyiapkan jalan pulang,” ujar Cudi berulang. Total lima kali ia mengucap kalimat yang sama dalam sambutan yang hampir sejam itu.
Di depan Tim Transisi yang terdiri dari akademisi, politisi dan pejabat terkait di Pemprov Sulteng, Rusdi Mastura mengulas soal apa saja yang menjadi titik lemah Sulteng saat ini. Lalu seperti jalan keluarnya. Seperti apa kebijakannya. Dan hasil seperti apa yang hendak dicapai. Karena itu, ia memerlukan skuad mumpuni. Skuad yang tak sekadar berlari kecil. Tapi mampu berlari kencang.
Di depan Tim Transisi yang dipimpin akademisi Arifudin Bidin, Cudi menjelaskan garis besar pokok pokok kebijakan yang bakal dijalankannya bersama Ma’mun Ammir, dalam rentang 2021 – 2026. Bencana dahsyat yang mengguncang Kota Palu, Sigi dan Donggala dan Parigi Moutong dipilih menjadi fokus pertama yang dilakukannya. Pasangan ini menempatkan urusan bencana yang diharapkan bisa dituntaskan pada 2021. Sebab tahun anggaran 2022, pasangan yang diusung 10 partai politik ini sudah harus fokus pada isu ekonomi yang menyasar pemulihan ekonomi dan penguatan fiskal daerah menuju kemandirian ekonomi.
Cudi yang disebut-sebut sukses menjadi Wali Kota Palu selama dua periode ini, menjelaskan menempatkan penguatan fiskal pada 2022 dengan asumsi bahwa persoalan penanganan bencana rampung pada 2021. ”Kita bisa running tangani ekonominya pada tahun depannya. Kalau ekonominya jalan maka kemandirian daerah bisa dilakukan,” jelasnya di depan 30-an Tim Transisi.
Cudi kemudian menempatkan reformasi sistem pendidikan pemerataan pelayanan dasar dan reformasi birokrasi digital sebagai fokus yang dikerjakan pada tahun 2023 atau tahun ketiga pemerintahannya. Digital era adalah keniscayaan yang nyaris menyentuh semua lini kehidupan. Digitalisasi menjadi penting karena nyaris semua sektor pelayanan publik kini sudah berbasis internet.
Selanjutnya, pada tahun keempat pemerintahannya atau tahun 2024 fokus pemerintahannya adalah sinergitas/optimalisasi sektor unggulan daerah untuk pembangunan yang berkelanjutan. Di fase ini, Cudi mengaku duetnya bersama Ma’mun Amir berusaha keras sukses di program ini. Unggulan daerah yang dipunyai Sulteng, ungkap dia harus memberi nilai tambah pada rakyat Sulteng itu sendiri. Bahan mineral yang terkandung di perut bumi di Sulawesi Tengah harus dipersembahkan sebesar-besarnya bagi rakyat di daerah ini. ”Saya telah mempunyai skema agar bagaimana persoalan kekayaan di perut bumi ini memberi nilai tambah yang signifikan terhadap rakyat kita,” tegas Cudi mantap.
Jika fase ini berjalan sesuai skenario, duet keduanya akan melanjutkannya dengan memantapkan pelayanan dasar, kualitas SDM, peningkatan kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi yang inklusif pada 2025. Menurut Cudi, setiap negara, setiap daerah bahkan setiap individu mendambakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Karena dari sanalah kesejahteraan dan kebahagiaan warga bisa bisa diwujudkan. ”Ini barang tidak mudah. Tapi dengan dukungan semua stakeholder saya yakin ini bisa lakukan bersama-sama,” harapnya.
Di depan akademisi, pejabat Pemprov Sulteng, Cudi mengaku menjelaskan apa-apa saja yang harus dan akan dilakukan selama pemerintahannya dengan tetap sejalan rencana pembangunan jangka panjang daerah. ”Urusan berikutnya bapak-bapak di sini yang pakar-pakar yang memikirkannya bagaimana teknis pendekatannya. Tapi saya tetap ikuti setiap saat jika program-program ini bermasalah di tengah jalan,” tegasnya.
Di ujung pemerintahannya, tahun 2026, Cudi – Ma’mun, memasang espektasi tinggi. Namun menurut Cudi espektasinya itu masih realistis – kecuali jika hanya ditulis menjadi dokumen, tidak dikerjakan. Pada 2026, diharapkan terwujudnya masyarakat sejahtera, maju, berkeadilan sebagai titik pijak menuju 100 tahun Sulawesi Tengah. Menurutnya, terwujudnya asa di tahun 2026, sangat relevan dengan catatan program sejak 2021 – 2025 bisa dieksekusi secara konsisten. ”Kami menyiapkan tahun 2026, masyarakat sudah menikmati ekonomi yang baik. Karena ini adalah landasan untuk menuju 100 tahun usia provinsi kita,” ujar Cudi menambahkan.
Mendapat tempaan dari ayah yang seorang Masyumi tulen, Cudi menempatkan pengabdiannya sebagai pimpinan daerah tak lagi untuk ambisi mengejar kehormatan diri. Baginya, hal-hal seperti itu sudah selesai. Seperti yang diakuinya di depan Tim Transisi
sebagai pemimpin ia ingin mempersembahkan sesuatu yang berarti bagi rakyatnya. ”Kita semua adalah khalifah dan setiap dari mereka akan dimintai pertanggungjawabannya,” ungkapnya suatu saat di rumah makan Jalan Ahmad Yani.
Cudi dilantik sore ini pukul 15.55 WIB di Istana Negara menggantikan Longki Djanggola. Kini, ia telah merintis jalan pengabdian sebagai jalan pulang ke haribaanNya. Cudi memaknai jabatan politik yang diembannya sebagai ladang amal. Ladang pengabdian. Kepada rakyatnya. Kepada Tuhannya. ***
Penulis : Amanda
Foto-Foto : Salahudin