KAMPANYE tema serius tak harus dilakukan dengan cara serius. Semisal seminar atau diskusi group. Hajatan bertajuk Pentas Seni Krisis iklim yang dilakukan puluhan anak-anak pelajar di Kota Palu dan Donggala membuat pesan menjadi lebiih mudah diterima oleh audiens. Itulah yang dilakukan sejumlah pelajar dalam Child Campaigners Save the Children berupa pementasan seni untuk mengampanyekan ancaman krisis iklim yang sedang terjadi.
Maka jadilah pertunjukan live music, puisi dan monolog serta dialog intraktif dan sejumlah atraksi lainnya – sebagai cara generasi muda mengingatkan, kolega dan orang-orang tua mereka akan bahaya krisis iklim yang terus mengintai.
BARU 15 PERSEN KELUARGA YANG PULIH DARI BENCANA
Pada September lalu, tepat empat tahun bencana di Palu, Sigi, dan Donggala, Save the Children merilis hasil Asesmen Pemulihan Pasca Bencana di Sulawesi Tengah. Hasilnya, hanya kurang dari 15 persen rumah tangga yang sudah pulih sepenuhnya. baik secara fisik maupun ekonomi. Kondisi masyarakat semakin parah akibat perubahan iklim dan pandemi COVID-19.
Saat ini, 40 desa di Sulawesi Tengah berisiko tinggi terdampak krisis iklim. Sembilan kabupaten rawan banjir dan longsor, termasuk Palu, Sigi, dan Donggala. Di Donggala, banjir rob masih mengkhawatirkan dari waktu ke waktu dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Seperti kegiatan ekonomi hingga akses anak-anak ke sekolah.
Lebih jauh lagi, Save the Children menyebut, hanya 45 persen rumah tangga yang memiliki fasilitas WASH (sumber air minum dan toilet) yang memadai. Kondisi ini membuat masyarakat di Donggala semakin rentan terpapar penyakit menular–salah satu penyebab utama stunting.
Sementara itu, Sigi menghadapi sistem irigasi yang terganggu dan kelangkaan air menjadi tantangan masyarakat. Hanya 50 persen rumah tangga di Sigi yang memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik. Belum lagi, masyarakat Sigi harus menghadapi banjir yang mengganggu area perkebunan dan menjadi penyebab kegiatan pertanian di Sigi belum pulih sepenuhnya.
Riziq (18), salah satu anggota Child Campaigner Sulawesi Tengah yang tinggal di Kabupaten Sigi, membenarkan hal tersebut. Pada September lalu, desa tempat Riziq tinggal terendam banjir karena curah hujan yang tinggi.
Riziq melanjutkan, pada September, curah hujan di daerahnya cukup panjang. Ini mengakibatkan sawah-sawah terendam banjir. ‘’Salah satunya di daerah saya, Desa Pakuli Utara, Kabupaten Sigi. Curah hujan yang tinggi tu menyebabkan sungai yang ada meluap dan menghantam pemukiman warga,’’ katanya.
Banyak juga lahan pertanian warga yang berada di bantaran sungai terendam banjir, sehingga hasil pertanian seperti padi, jagung, tidak bisa dijual warga ke pasar. Hal itu menyebabkan tidak ada penghasilan yang didapatkan. Mayoritas warga di daerahnya sebagai petani dan berkebun.
Dewi Sri Sumanah, Media dan Brand Manager Save the Children Indonesia, menjelaskan berangkat dari masalah-masalah lingkungan ini, Save the Children menggerakkan anak-anak di Sulawesi Tengah agar memiliki kesadaran yang kuat tentang bahaya krisis iklim.
Misalnya, pada Mei lalu, kami memfasilitasi inisiasi anak dan orang muda yang tergabung dalam Child Campaigner Sulteng dan Forum Anak Labean untuk melakukan aksi bersih pantai dan tanam bakau di Pantai Mapaga, Kabupaten Donggala. ‘’Hari ini, mereka menginisiasi Pentas Seni Krisis Iklim di Palu,” jelas Dewi
Dikatakannya, anak-anak yang tergabung dalam Child Camapigners Sulawesi Tengah menginisiasi Pentas Seni Krisis Iklim yang diselenggarakan pada 9 Oktober 2022. Acara ini merupakan aktivitas kampanye Aksi Generasi Iklim sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dampak krisis iklim bagi masyarakat di Palu, khususnya anak-anak dan orang muda.
Save the Children mendukung penuh kegiatan Aksi Generasi Iklim yang digerakkan oleh anak-anak dan orang muda yang tergabung sebagai Child Campaigners. Saat ini, sudah ada lima wilayah yang memiliki Child Campaigner, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jakarta.
Dalam payung kampanye Aksi Generasi Iklim, anak-anak dan orang muda diberikan peningkatan kapasitas terkait bahaya krisis iklim, serta didorong untuk menularkan pengetahuan mereka dengan cara-cara yang menarik massa, serta melakukan suatu perubahan kecil untuk menjaga bumi kita.
Save the Children Indonesia merupakan bagian dari gerakan global Save the Children Internasional yang bekerja memperjuangkan hak-hak anak di lebih dari 120 negara di dunia. Di Indonesia, misi Save the Children dilakukan sejak tahun 1976.
Saat ini, Save the Children beroperasi di 10 provinsi, 79 kabupaten, 701 kecamatan dan 918 desa. Program kami berfokus pada kesejahteraan anak yang mengintegrasikan lintas sektor termasuk pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, kemiskinan dan tata kelola hak anak, serta respons situasi bencana. ***
Penulis: Amanda
Foto: Amanda, Heri Susanto