Lingkungan

Jusman Sang Penjaga

AMATI BURUNG - Pada hari-hari tertentu, menyempatkan akhir pekan di Telaga Tambing, memastikan burung endemik masih betah bertengger di sekitar arena perkemahan

TIGA puluh tahun karir profesionalnya dihabiskan bersama alam dan satwa liar. Menjelajah alam eksotis nyaris di seantero lautan dan belantara di Bumi Indonesia. Pengabdian panjang terhadap dunia konservasi membawa dirinya tak hanya mengenal karakter alam dan ekosistem di dalamnya. Konservasi baginya, adalah cerita panjang tentang kehidupan penghuni bumi. Inilah pilihan yang diambilnya. Menjaga alam adalah menjaga kehidupan.

Dialah Ir Jusman.
Sejak 2018, Kementerian Kehutanan memberinya amanah memimpin kawasan konservasi seluas 217.991,18 di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), semakin menenggelamkan dirinya dalam kenikmatan yang tak bertepi bersama alam dan satwa liar di kawasan yang dinobatkan oleh UNESCO sebagai salah satu wilayah biosfer dunia itu.

Passionnya terhadap dunia konservasi sepertinya tak lekang oleh usia. Gairahnya terhadap alam dan kehidupan margasatwa terus terjaga. Setidaknya, itulah yang ditunjukannya pada akhir pekan lalu, Minggu 15 November 2020.

TANAM POHON – Menanam pohon adalah menanam kehidupan masa depan

Pagi hari saat penghuni Bumi Perkemahan Telaga Tambing di Desa Sedoa, masih enggan keluar dari kantong tidurnya, ia berjalan dengan beberapa anak buahnya. Udara dingin yang menembus kulit berusaha dilawan dengan membekap tubuhnya dengan jaket biru langit dan kaos kaki tebal. Langkahnya tegap menyusuri pedestarian yang tertata rapi.

Sambil menyapa beberapa penghuni tenda yang mulai terjaga, pria kelahiran Bone 56 tahun silam itu, mendongak jauh ke pucuk-pucuk pohon. Mencari-cari asal suara yang bersahutan di dahan rindang. Bersama staf TNLL yang menyertainya, ia ingin memastikan kicau burung bersahutan menyambut datangnya mentari pagi hari itu. Sesaat kemudian ia mengumbar bahagia. Wajahnya semringah, saat memastikan beberapa burung endemik TNLL itu terus bersiul tanpa jeda. Siulan tanpa henti, seolah terus mendesak bangun, penghuni Bumi Perkemahan Telaga Tambing, yang sedari tadi masih pulas di dalam tendanya. ”Oh iya itu burung endemik di sini,” sahutnya bahagia.

Sejurus kemudian, bersama stafnya, Jusman menuju tepi telaga. Di sana, ia mengamati bangunan gazebo yang sedang dirampungkan. Kabut tipis yang tampak enggan beranjak dari permukaan telaga membuat pandangan kearah gazebo yang berjarak 100-an meter itu agak terhalang.

Sesaat, pandangannya beralih menyapu segenap penjuru kawasan perkemahan. Pohonnya, satwanya dan orang orangnya. Ia ingin memastikan tidak ada dahan atau pohon yang patah oleh perilaku pengunjung yang suka jahil. Jusman ingin memastikan keseimbangan ekosistem di kawasan inti Taman Nasional Lore Lindu itu, tetap terjaga. ”Tugas saya menjaga dan melestarikan,” katanya singkat.

POSE SEBENTAR – Masih dengan prokes covid – 19, Jusman berpose di sela sela memeriksa pengunjung agar menjalankan prokes selama di kompleks Camping Ground

Sebagai bentuk komitmennya terhadap keseimbangan ekosistem di kawasan yang dinobatkan Birdlife Internastional sebagai kawasan Endemic Bird Area (EBA), Jusman merilis larangan baru. Pengunjung dilarang membawa pemantul suara musik (speaker) dan gitar. Kehadiran bebunyian asing membuat kehidupan burung terusik, lalu meninggalkan dan mencari habitat baru. Burung endemik TNLL telah menjadi ikon yang namanya dikenal kalangan pemerhati satwa dunia. ”Harus dijaga mereka jangan diusik,” ungkapnya kemudian.

Ia menuturkan, sepanjang sejarah peradaban, manusia sudah banyak menginvasi kehidupan satwa liar dengan berbagai alasan. Karena itu, semenjak dirinya dipercaya memimpin wilayah konservasi di TNLL, pada 2018 silam, akan berusaha semampu mampunya kelestarian alam tetap terjaga. Dimanfaatkan sebesar besarnya untuk kehidupan manusia tanpa harus merusaknya. Kehadiran kawasan Camping Ground didesain untuk memberi kesempatan kepada manusia tak sekadar menikmati alam elok atau menghirup oksigen bersih. Melainkan saat bersamaan memetik pelajaran, tentang bagaimana menjaga alam terus lestari sehingga bisa dinikmati oleh siapa pun, tak hanya hari ini tapi juga hari nanti.

Jusman menghabiskan sebagian karirnya dengan berkeliling alam Indonesia, Taman Nasional Bromo Semeru Semeru 7 tahun, Taman Nasional Laut Selayar 4 tahun, Taman Nasional Bali Barat 9 tahun serta Taman Nasional Siberut Mentawai 5 tahun dan saat ini, di Taman Nasional Lore Lindu 2018 hingga sekarang. Rentang pengalaman yang panjang itu, membuat sosok ayah tiga putra ini tak hanya paham karakter alam dan satwa endemik di Indonesia. Fisik dan jiwanya telah menyatu dengan alam. Karenanya ia merasa terganggu jika terjadi perubahan kecil yang disebabkan oleh tangan-tangan jahil manusia.

Perjalanannya melawan hawa dingin kawasan Bumi Perkemahan pagi ini adalah dalam kaitan itu. Memastikan tak ada lagi dahan patah karena gantungan hammock. Atau limbah plastik berserakan. Jusman mengaku hatinya sontak galau jika menyaksikan pepohonan yang penuh tatakan nama atau bebatuan alam yang belepotan dengan pewarna. Semua kita harus menjaga bumi. Menjaganya tak cukup dengan lisan. Tapi dengan tindakan. Oleh siapa pun. Kapanpun. Dimanapun,” tegas dia.

Menjaga alam disebutnya sebagai investasi terhadap kehidupan masa depan bumi. Tak hanya bumi Indonesia tapi juga alam semesta. Menyandang jabatan sebagai pejabat sebagai eselon III di Kementerian Kehutanan baginya itu soal atribusi struktural. Ia mau saja disebut sebagai penjaga. Karena menjaga alam adalah menjaga kehidupan masa depan bumi yang didalamnya berdiam banyak mahluk.

INDAH – Pengunjung Telaga Tambing menikmati kabut tipis Telaga Tambing pagi hari

Tiga puluh tahun adalah rentang waktu yang tidak sebentar. Toh perjalanan panjang dianggap belum cukup. Di usia 56 tahun, tokoh kelahiran Bone Sulsel ini masih tetap bersemangat mengabdikan karir PNS nya bersama alam Lore Lindu. Empat tahun sisa pengabdiannya sebelum mengakhiri perjalan panjang di dunia konservasi, Jusman ingin mencurahkan segenap sumber daya dimilikinya untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Bumi Lore Lindu. Bumi eksotik yang tak hanya dipersembahkan sebagai laboratorim hidup bagi dunia dan bagi kehidupan yang panjang.

Di atas itu di Bumi Poso inilah tumbuh benih cintanya pada gadis Poso yang menjadi istrinya kini.  Menjaga alam Lore Lindu – juga menjaga ceruk besar alam Poso tempat kediaman sang istri tercinta.

Terima kasih Sang Penjaga***

Penulis   : Amanda
Foto        : Amanda

 

 

 

Roemah Kata
the authorRoemah Kata
Anggaplah ini adalah remahan. Tapi kami berusaha menyampaikan yang oleh media arus utama dianggap remah-remah informasi. Tapi bisa saja remah remah itu adalah substansi yang terabaikan akibat penjelmaan dari politik redaksi yang kaku dan ketat. Sesederhana itu sebenarnya.

Tinggalkan Balasan